Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, menyoroti meningkatnya potensi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan lalu lintas manusia di Jawa Timur. Hal ini disampaikan dalam kunjungan kerja spesifik Komisi XIII ke Kantor Wilayah Imigrasi Jawa Timur, yang turut dihadiri oleh seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis (KUPT) Imigrasi se-provinsi, Kamis (28/8/2025).
Menurut Politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut, posisi strategis Jawa Timur sebagai pusat industri dan perdagangan, ditambah keberadaan pelabuhan-pelabuhan khusus, menjadikan provinsi ini sangat rentan terhadap praktik-praktik ilegal seperti perdagangan orang dan penyelundupan manusia.
“Ada isu-isu seperti tindak pidana perdagangan orang dan lalu lintas manusia yang harus menjadi perhatian, mengingat banyaknya industri dan pelabuhan khusus di Jawa Timur. Arus keluar-masuk orang asing sangat tinggi, dan ini memerlukan pengawasan ekstra,” ujar Andreas di Surabaya, Jawa Timur.
Andreas juga mengungkapkan kekhawatirannya atas tingginya angka kedatangan warga negara asing (WNA) ke Jawa Timur. Berdasarkan data sementara yang disampaikan dalam pertemuan tersebut, terdapat selisih signifikan antara jumlah WNA yang datang dan yang kembali ke negara asal.
“Kalau kita lihat data, ada lebih dari 70 ribu WNA yang masuk dari salah satu negara, tapi yang tercatat kembali hanya sekitar 40 ribuan. Ini jelas harus menjadi perhatian serius karena sisanya bisa saja masih tinggal secara ilegal atau menyalahgunakan izin tinggalnya,” tegasnya.
Fenomena ini, menurut Andreas, bisa menjadi pintu masuk bagi praktik-praktik eksploitasi tenaga kerja asing dan jaringan perdagangan manusia lintas negara.
Komisi XIII DPR RI mendorong Kantor Wilayah Imigrasi Jawa Timur untuk memperkuat fungsi intelijen dan pengawasan keimigrasian, khususnya di daerah-daerah rawan seperti kawasan industri, pelabuhan, dan perbatasan.
“Kami akan terus mendukung peningkatan kapasitas SDM dan teknologi di lapangan agar bisa mendeteksi dan mencegah aktivitas ilegal sejak dini. Fungsi pengawasan harus ditingkatkan, bukan hanya administratif tetapi juga secara intelijen dan kolaboratif,” tambahnya.
Selain itu, Andreas juga menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor, baik dengan aparat penegak hukum, pemerintah daerah, maupun lembaga internasional, untuk menangani TPPO secara komprehensif.
Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR RI terhadap lembaga-lembaga negara yang bergerak di bidang hukum dan keamanan. Komisi 13 berkomitmen untuk terus mendorong penguatan regulasi dan kebijakan guna memperkuat sistem keimigrasian nasional, termasuk dalam hal pencegahan perdagangan orang.
“Kami akan membawa temuan-temuan ini ke pusat. Tidak boleh ada celah hukum atau infrastruktur yang lemah dalam menghadapi ancaman serius seperti perdagangan manusia. Negara harus hadir dan tegas,” tutup Andreas.