Komisi XI DPR RI menyoroti pentingnya perbaikan tata kelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dalam rapat kerja bersama pihak terkait. Anggota Komisi XI DPR RI, Didik Haryadi menegaskan bahwa keberadaan LPDP harus benar-benar memberikan manfaat nyata bagi bangsa, bukan sekadar menjadi program beasiswa rutin yang output-nya terbatas.
Menurut Didik, sejak awal LPDP didesain untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dengan memberikan beasiswa bagi putra-putri terbaik bangsa. Namun, ia menilai bahwa dalam implementasinya masih terdapat sejumlah persoalan yang perlu segera diperbaiki.
“LPDP ini menggunakan dana negara yang tidak sedikit. Karena itu, roadmap penyalurannya harus jelas, mekanismenya sesuai aturan, dan yang terpenting manfaatnya bisa dirasakan secara luas. Jangan sampai tujuan utamanya memutus rantai kemiskinan lewat jalur afirmasi justru tidak tercapai karena salah sasaran,” ungkap Didik saat wawancara langsung kepada Parlementaria, usai Rapat Kerja Komisi XI, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Lebih lanjut, Didik menyoroti fenomena mayoritas alumni LPDP yang berkarier sebagai tenaga profesional, baik di pemerintahan maupun sektor swasta, dan masih sedikit yang berani terjun menjadi pengusaha. Padahal, menurutnya, lulusan LPDP memiliki kesempatan besar untuk mengembangkan usaha dan menciptakan lapangan kerja baru.
“Mindset ini harus diubah. Jangan hanya berpikir setelah lulus mau kerja di mana. Dengan biaya yang tidak murah, lulusan LPDP seharusnya bisa membawa pulang pengalaman luar negeri dan meng-create bisnis, membangun startup, hingga menghidupkan industri kreatif di Indonesia. Itulah harapan besar dari investasi pendidikan ini,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Ia mendorong agar LPDP mulai memperhatikan pemilihan universitas dan jurusan yang memiliki fokus pada kewirausahaan serta inovasi bisnis. Dengan begitu, para penerima beasiswa bisa mendapatkan bekal keilmuan dan pengalaman yang lebih relevan untuk membangun usaha setelah kembali ke tanah air.
Selain soal output alumni, Didik juga menyoroti akses penerimaan beasiswa LPDP yang dinilai belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat kurang mampu. Ia menilai persyaratan akademik dan bahasa asing yang cukup tinggi kerap menjadi hambatan bagi calon penerima dari daerah terpencil.
“Kalau calon penerima dari daerah terpencil diperlakukan dengan standar yang sama seperti yang dari kota besar, pasti akan tertinggal. Misalnya syarat TOEFL atau IELTS yang tinggi, ini tentu berat bagi mereka. Harus ada skala prioritas agar LPDP benar-benar menyasar masyarakat prasejahtera yang sangat membutuhkan,” jelasnya.
Didik menegaskan, ke depan LPDP harus dikelola dengan lebih transparan, akuntabel, dan fokus pada sasaran yang tepat. Ia berharap LPDP tidak hanya menghasilkan lulusan dengan gelar akademik tinggi, tetapi juga mencetak generasi muda yang mampu membawa perubahan melalui ide, inovasi, dan keberanian berwirausaha.
“Kalau output LPDP hanya mencetak pegawai profesional, manfaatnya akan terbatas. Tapi kalau mencetak entrepreneur, pelaku industri kreatif, dan inovator, manfaatnya bisa meluas karena mereka akan membuka lapangan kerja baru. Inilah yang akan menggerakkan perekonomian bangsa,” pungkasnya.
Dengan perbaikan tata kelola, roadmap yang jelas, dan keberpihakan pada masyarakat kurang mampu, Komisi XI berharap LPDP benar-benar menjadi instrumen strategis dalam membangun SDM unggul sekaligus memperkuat daya saing bangsa.