Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso menyoroti keras kisruh perebutan Surat Dukungan Utama Working and Holiday Visa (SDUWHV) atau yang dikenal sebagai war SDUWHV yang terjadi dalam sistem imigrasi. Ia menilai persoalan tersebut bukan sekadar masalah teknis, tetapi menunjukkan adanya kesalahan fatal dalam proses dan kebijakan di tingkat Direktorat Jenderal Imigrasi.
Sugiat menyampaikan bahwa mekanisme seleksi SDUWHV tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa atau layaknya undian cepat. Menurutnya, kebijakan imigrasi adalah bagian dari kebijakan negara yang berkaitan langsung dengan kepentingan Indonesia di luar negeri.
“Ini bukan hanya soal kawan-kawan bisa liburan dan bekerja di Australia. Ada kepentingan negara yang lebih besar, yaitu menjaga citra Indonesia,” tegasnya dalam RDPU Komisi XIII dengan Perwakilan Gerakan DEMOSDUWHV di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Ia menekankan bahwa peserta SDUWHV pada dasarnya menjadi representasi bangsa di Australia, sehingga proses seleksi harus dilakukan secara ketat dan selektif. Putra-putri Indonesia yang diberangkatkan harus memiliki keahlian, kemampuan bahasa Inggris, dan kapasitas sosial yang baik. Karena itu, menurut Sugiat, proses first come first served yang terjadi selama ini merupakan kesalahan mendasar.
“Ada kesalahan yang sangat fatal dari hulunya ketika Dirjen Imigrasi melakukan seleksi hanya melalui mekanisme war seperti ini,” ujarnya.
Sugiat juga menyoroti dua kemungkinan penyebab kekacauan sistem pendaftaran. Pertama, kemampuan sistem teknologi informasi imigrasi yang tidak memadai untuk menampung tingginya akses masyarakat. Kedua, potensi praktik jual beli slot karena tidak adanya mekanisme pengawasan yang kuat. Ia menilai indikasi kecurangan sistemik tersebut harus ditindaklanjuti secara serius.
Menanggapi laporan para peserta yang merasa dirugikan, Sugiat menyatakan dukungannya agar bukti-bukti kecurangan dikumpulkan secara lengkap. Komisi XIII, ujarnya, siap mengawal proses hukum terhadap dugaan jual beli slot SDUWHV.
“Kami akan mengawal perjuangan kawan-kawan untuk mendapatkan keadilan. Silakan laporkan ke KPK, kepolisian, atau kejaksaan. Kami akan mendampingi dengan bukti-bukti yang ada,” tegasnya.
Ke depan, Komisi XIII berencana memanggil Direktorat Jenderal Imigrasi untuk meminta penjelasan sekaligus mendesak perubahan mekanisme seleksi SDUWHV. Sugiat menegaskan bahwa proses penerimaan kuota visa tidak boleh lagi dilakukan dengan sistem war, tetapi melalui seleksi yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kalau ada kuota dari Australia, jangan lagi pakai mekanisme begini. Harus ada proses selektif untuk mengirim putra-putri terbaik Indonesia,” pungkasnya.