Hadirkan Kepastian Hak Cipta, Negara Harus Jembatani Kepentingan Pencipta dan Pengguna Karya

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Kawendra Lukistian menekankan pentingnya kehadiran negara dalam menciptakan kejelasan kedudukan hukum karya cipta, terutama terkait penggunaan lagu dan royalty management di Indonesia. Ia menilai, perbedaan sikap antarpencipta lagu atau karya menjadi hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Menurutnya, harus ada kejelasan kedudukan dari lagu yang diputar, digunakan, dan dipasarkan di market Indonesia.

“Ada beberapa hal yang menarik ketika kita bicara soal bagaimana kedudukan sebuah lagu atau karya cipta. Ada pencipta lagu yang mengikhlaskan, putar saja lagu saya, gak usah ditarik royalty. Ada (juga) pencipta lagu yang oh kalau mau pakai lagu saya sekian bayarnya,” ujar Kawendra dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI bersama Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam rangka harmonisasi RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025). 

Kawendra menilai revisi Undang-Undang tersebut harus memastikan mekanisme yang adil antara pencipta dan pengguna karya, sehingga tidak lagi muncul kasus tuntutan besar akibat minimnya sosialisasi dan keterbatasan informasi. Ia mencontohkan banyaknya pelaku industri kreatif yang tersandung persoalan hukum karena ketidaktahuan prosedur izin. Salah satu yang ia contohkan adalah kasus agensi digital yang memproduksi 30 konten berdurasi 45 detik dengan biaya kurang dari Rp1 juta per lagu, tetapi kemudian digugat hingga Rp8 miliar akibat penggunaan musik berlisensi tanpa izin. 

“Silahkan, kalau untuk pakai lagu ini, tapi disosialisasikan. Jangan sampai tidak disosialisasikan (sehingga) teman-teman yang berkarya kena threat (ancaman), seolah-olah kena jebakan batman, tiba-tiba kena tuntutan puluhan miliar, belasan miliar,” tuturnya.

Untuk mencegah peristiwa serupa, Kawendra mengusulkan penetapan tarif resmi penggunaan lagu dalam produksi konten dan sanksi yang proporsional. Menurut Kawendra, izin untuk satu lagu dapat diberi tarif tertentu, sementara pengguna yang lalai mendaftar cukup dikenakan denda maksimal tiga kali lipat, bukan ratusan kali lipat sebagaimana kasus yang kerap terjadi melalui publisher tertentu. 

Selain aspek hukum, Kawendra juga menyoroti persoalan pendanaan LMKN. Ia menilai lembaga tersebut idealnya tidak sepenuhnya bergantung pada anggaran negara agar memiliki ruang gerak yang lebih independen. Namun, ia membuka opsi adanya dukungan dana hibah atau modal awal selama 1–2 tahun pertama untuk memperkuat sistem, sebelum kemudian LMKN berjalan mandiri melalui skema collecting. Saat ini LMKN mendapat alokasi operasional sekitar 8 persen dari total royalti terkumpul.

“Kita harus cari formula terbaiknya, entah dari dana hibah atau apa, untuk 1-2 tahun pertama. Tahun ketiga teman-teman (LKMN) betul-betul pure (agar mandiri), jadi 1-2 tahun pertama ini, kita modali teman-teman untuk mengejar sistemnya (agar) jauh lebih baik,” ujar Politisi Fraksi Gerindra tersebut.

Di akhir pernyataannya, Kawendra menegaskan dukungan penuh terhadap penguatan LMKN sebagai lembaga yang memastikan manfaat royalti kembali kepada pencipta lagu, performer, hingga produser secara adil. Ia berharap revisi regulasi hak cipta dapat memberi payung hukum yang lebih kokoh dan memastikan ekosistem musik nasional tumbuh sehat dan berkelanjutan.

Diposting 28-11-2025.

Dia dalam berita ini...

KAWENDRA LUKISTIAN, S.E., M.Sn.

Anggota DPR-RI 2024-2029
Jawa Timur 4