Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Penajam Bukan Sengketa Lembaga Negara

Pemerintah menolak sengketa yang dimohonkan oleh Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, melawan Menteri Kehutanan (Menhut) sebagai persengketaan kewenangan antara lembaga negara. 

Para pemohon dianggap tidak mempunyai kedudukan hukum yang jelas dan tidak menunjuk dengan jelas untuk dan atas nama siapa permohonan tersebut diajukan. Staf khusus Menteri Kehutanan, Budirianto, yang membacakan keterangan termohon atas sengketa tersebut meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pemohon I dan II seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. “Pokok permohonan pemohon yang disampaikan bukan merupakan sengketa kewenangan antarlembaga negara,” ujarnya kemarin. 

Menurut Budi,yang dimaksud pemerintah daerah adalah gabungan pemerintah daerah (Kepala daerah dan wakil kepala daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang memiliki wewenang untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan yang ditentukan oleh undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat. Sementara, jabatan menteri tidak termasuk dalam kualifikasi lembaga negara karena kedudukan menteri adalah pembantu presiden sehingga menteri adalah bagian dari presiden selaku lembaga negara. 

Mengacu pada UU No 41/1999 tentang Kehutanan dan PP No 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan, kewenangan Menhut bukanlah kewenangan yang bersifat tunggal. Namun, bersifat konkuren antara bupati/wali kota dan gubernur. Sebab, penunjukan kawasan hutan, baik di wilayah provinsi atau kabupaten/kota, didasarkan usulan dari gubernur dan wali kota/bupati. Peraturan tersebut juga menunjukkan bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang besar dan signifikan dalam penetapan kawasan hutan. 

Selain ditempakan sebagai instansi penyelenggara pemerintahan di daerah yang berwenang mengusulkan perubahan status dan fungsi kawasan hutan,pemda bisa menentukan batas-batas kawasan. Karena itu, kewenangan Menteri Kehutanan berada pada bagian akhir suatu proses yaitu penetapan dan fungsi kawasan hutan. Soal materi yang menjadi pokok persoalan, Budi mengatakan bahwa perubahan fungsi hutan lindung Bukit Soeharto di kabupaten tersebut berubah menjadi hutan wisata dan taman hutan raya sudah melalui usulan atau rekomendasi bupati setempat. 

Sehingga bila ditinjau dari segi hukum administrasi negara, penetapan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto adalah produk beschiking (penetapan). Dan, apabila terdapat pihak-pihak yang dirugikan sebagai akibat dari penetapan tersebut, bukan menjadi domain MK untuk mengadilinya. Sebelumnya Bupati dan Ketua DPRD Penajam Paser Utara Kalimantan Timur Andi Harahap dan Nanang Ali mengajukan sengketa kewenangan Menhut Zulkifli Hasan. 

Sengketa ini menyangkut sengketa kewenangan terkait perizinan pinjam pakai kawasan hutan dan eksplorasi bahan tambang di kawasan hutan yang harus dikeluarkan oleh Menhut. Bupati dan Ketua DPRD Penajam Paser itu mengaku kawasan Tahura Bukit Suharto yang terletak Kabupaten Sepaku, Penajam Paser Utara, telah berubah fungsi menjadi wilayah transmigrasi. Karena fungsi hutan sudah hilang maka hilang pula kewenangan Menhut pada wilayah tersebut. 

Menhut dianggap tidak berwenang dalam pengurusan kawasan hutan di Penajam Paser Utara yang mengakibatkan kerugian konstitusional pemohon. Seharusnya Pemkab Penajam Paser Utara dapat menyelenggarakan pemerintahannya secara utuh atau penuh, khususnya di wilayah yang telah hilang fungsi hutan itu. Jika tidak, merupakan bentuk pelanggaran Pasal 18 ayat 1,Pasal 25A,Pasal 27, dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Mahfud MD, pemerintah menolak dalil ini. 

Hal ini menurut Budi tidak bisa dibenarkan karena pemohon selaku penyelenggara pemerintah di daerah tidak mampu membedakan kawasan hutan dengan bukan kawasan hutan dan tidak memahami UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Sementara itu, dalam sidang uji materi Pasal 21 dan 47 Undang-Undang (UU) No 18/2004 tentang Perkebunan, ahli hukum agraria yang dihadirkan dianggap telah mengabaikan UUD 1945. 

Pemohon, yaitu Japin, Vitalis, Sakri, dan Ngatimin, yang diwakili oleh kuasa hukum dari Publik Interest Lawyer Network (PIL) menghadirkan dua ahli agraria yaitu guru besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw) Prof Nyoman Nurjana dan ahli hukum agraria dari universitas yang sama,Suhariningsih. “Secara ideologis, keduanya sama-sama mengacu pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tetapi secara yuridis telah terjadi penghapusan keterkaitan norma,”ujar Suhariningsih. 

Prof Nyoman Nurjaya mengatakan, Pasal 21 UU 18/2004 itu sebagai pasal mengada-ada karena di KUHAP juga telah mengatur soal pidana. “Redaksi pasal ini sudah ada di KUHAP. Jadi, tak perlu lagi sebaiknya diatur (dalam UU 18/2004),”ujarnya. Pasal 21 UU tersebut mengatur tentang larangan menggunakan tanah perkebunan tanpa izin karena tindakan itu melanggar hak atas tanah orang lain. mnlatief 

Diposting 11-05-2011.

Dia dalam berita ini...

DPRD kab. Penajam Paser Utara 2009 Kab.Penajam Paser Utara 2
Partai: Golkar