Politisi PDIP Eva Kusuma Sundari kembali menunjukkan "kelasnya" sebagai anggota DPR. Dalam seminar 100 hari Parlemen Myanmar di Gedung Parlemen Cabberra, Australia, kemarin (12/5), Eva yang duduk di Komisi III itu tampil sebagai salah seorang pembicara.
Eva sengaja diundang dalam kapasitasnya sebagai Presiden Kaukus Antarparlemen ASEAN untuk Myanmar (ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus/AIPMC). "Aku dianggap "seksi" untuk ikut berbicara karena posisiku sebagai presiden kaukus. Selain itu, aku juga sempat bertemu pemimpin pro demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi awal tahun ini," kata Eva melalui layanan pesan singkat.
Eva menuturkan akhir Januari 2011, lalu, dia mendapat kehormatan untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi di rumahnya di Rangoon. Aung San Suu Kyi adalah pemimpin National League for Democracy (LND/ Persatuan Nasional untuk Demokrasi) yang sempat menjadi tahanan rezim penguasa selama belasan tahun. Namun, dia bebas November tahun lalu.
"Kami diskusi panjang lebar tentang perkembangan NLD. Beliau (Aung San Suu Kyi, Red) bilang NLD akan tetap menjadi suara sah oposisi di Myanmar," tutur ibu kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, 8 Oktober, 46 tahun lalu, itu.
Menurut Eva, Aung San Suu Kyi juga berbicara tentang perlunya kerjasama langsung masyarakat internasional dengan rakyat Myanmar untuk membuka jalan bagi sektor non militer. "Indonesia perlu 30 tahun untuk meyakinkan militer agar tidak mendominasi politik. Karena itu, mari kita bekerja lebih baik untuk Myanmar," kata Eva.
Seminar di Gedung Parlemen Cabberra, Australia, selain dihadiri para anggota parlemen, juga perwakilan para duta besar, kantor -kantor pemerintah, akademisi, dan NGO. Bagi Eva, berbicara di forum internasional semacam itu tidak membuatnya grogi.
"Aku kan pernah presentasi di Uni Eropa, Portugal, Kamboja. Pesertanya politisi dunia lho. Pernah juga jadi trainer di Yordania dan Pakistan," ujarnya.
Eva pernah menerima award dari Office On Drugs and Crime (UNODC) Talkseries Indonesia Fight Corruption periode Agustus 2010. Eva menerima penghargaan dari lembaga milik PBB itu karena dinilai berkontribusi besar dalam pemberantasan korupsi melalui parlemen.