Harapan masyarakat dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia tersandera akibat kepentingan politik Kejaksaan Agung. Indikatornya, banyak kasus hukum, seperti kasus pajak Asian Agri dan kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang diberikan perlakuan khusus oleh lembaga yang dipimpin Basrief Arief tersebut.
Demikian dikatakan Anggota Komisi III DPR-RI, Eva Kusumah Sundari kepada primaironline.com, Rabu (22/6). Eva berpendapat, banyaknya penerbitan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung dalam setiap perkara besar menunjukkan bahwa lembaga hukum itu ikut andil dalam praktik mafia hukum.
"Kasus besar seperti kasus pajak Asian Agri yang dihentikan penyidikannya itu menujukkan kepentingan politik para pejabat di Kejaksaan Agung begitu kuat. Fenomena ini menunjukan bahwa kasus hukum telah menjadi komoditas segelintir pejabat Kejaksaan Agung," cetus politisi PDIP itu.
Dalam kasus Sisminbankum yang melibatkan pengusaha Hartono Tanoesoedibjo dan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, Eva menilai sinyalemen Kejaksaan Agung dalam menghentikan penyidikan itu sudah mulai terlihat. Pernyataan Jaksa Agung mengenai tidak diketemukannya kerugian negara dalam kasus Sisminbankum tersebut, pikir Eva, sudah mengarah pada SP3.
"Kebanyakan kasus hukum yang melibatkan pengusaha besar diberikan privelege (perlakuan khusus) oleh Kejagung. Nah, Hartono Tanoe itu kan pengusaha besar. Jadi, ini bisa dijadikan komoditilah bagi Kejagung. Sama halnya dengan kasus Asian Agri yang melibatkan Suwir Laut," ujar Eva.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung telah mengeluarkan penerbitan SP3 terhadap kasus dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri yang merugikan keuangan negara senilai Rp1,3 triliun.
Bahkan, Manajer Pajak PT Asian Agri, Suwir Laut, terdakwa kasus dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri senilai Rp1,3 triliun dilepaskan dari tahanan sejak 20 Mei 2011 karena masa penahanan yang menjadi kewenangan pengadilan sudah selesai.
Sementara, dalam penyidikan kasus Sisminbakum yang dimulai sejak 2007, Kejaksaan Agung masih terus menggantung kasus itu. Pada penyidikan tahap pertama, Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka, yakni tiga mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita, Syamsuddin Manan Sinaga, dan Zulkarnain Yunus, mantan Direktur Utama PT SRD Yohanes Waworuntu, dan mantan Ketua Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK) Ali Amran Jannah. Dari lima tersangka itu, hanya Ali yang tidak ditahan dengan alasan kesehatan.
Sementara untuk penyidikan tahap kedua penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) baru menetapkan Hartono dan Yusril sebagai tersangka. Keduanya tidak ditahan oleh penyidik sejak era Jaksa Agung Hendarman Supandji.(rif)