Rapat Paripurna DPR, Jumat (22/7) menyetujui RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi Undang-undang.
Ketua Pansus RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Sucipto menyatakan, RUU ini merupakan usul inisiatif DPR atas perbaikan UU No 10 Tahun 2004. "UU No 10 tahun 2004 memiliki banyak kelemahan, yakni ketentuan yang multitafsir dan juga banyak kerancuan, sehingga banyak yang tidak konsisten," ujar Sucipta di hadapan peserta Rapat Paripurna DPR.
Namun, sebelum disahkan, ada beberapa kesalahan yang sempat diinterupsi, yakni kesalahan ketik pada pasal 52 yang seharusnya pasal 53. Kesalahan ketik itu disampaikan oleh Bukhori dari F-PKS. Namun setelah dicek, diketahui bahwa pasal 52 tersebut salah ketik, seharusnya pasal 53.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Patrialis Akbar menyatakan bahwa dengan pengesahan RUU tersebut maka hal itu mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. "RUU tersebut juga menjadi pedoman baku dan baik dalam penyusunan Peraturan Perundang-undangan," katanya.
Dengan disahkannya RUU ini, juga menegaskan bahwa ketetapan MPR dicantumkan kembali sebagai peraturan perundang-undangan di bawah UUD dan di atas UU. "Ini konsekuensi hukum karena masih ada Tap MPR yang masih berlaku," kata Patrialis.
Demikian pula dengan Peraturan Pemerintah dianggap sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan, di atas peraturan daerah. Namun untuk menetapkannya harus mendapatkan persetujuan DPR melalui paripurna, bila disetujui maka disahkan menjadi UU.