Anggota Komite II DPD RI Muhammad Syukur mendukung proyek pembangunan jembatan Selat Sunda yang akan menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera yang proyeknya akan dimulai pada tahun 2014 mendatang. Dia menilai, terbuka akses jalan antara kedua pulau akan memperlancar roda perekonomian di dua pulau besar ini.
"Selat sunda itu jauh beda dibanding Suramadu. Kalau Bakauheni-Merak ini menghubungkan 10 provinsi. Kita harus pikirkan kepentingan rakyat kah atau kepentingan pengusaha, tetapi kita tidak boleh mematikan kepentingan pengusaha itu sendiri. Ada alternatif-alternatif yang dilakukan. Kalau jembatan Selat Sunda terbangun perekonomian sumatera akan berjalan baik," katanya, di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (19/8).
Anggota Timja Rancangan UU Jalan ini mengatakan, pemerintah perlu segera melakukan pengkajian secara mendalam mengenai dampak ekonomi dari rencana pembangunan jembatan Selat Sunda itu.
"Coba bayangkan 10 provinsi di Sumatera melalui sana. Tinggal pemerintah yang mengkaji tentu ada kompensasi-kompensasinya. Selama ini ekonomi Sumatera terhambat, karena bisa antre di kapal 1-2 minggu, dua jam untuk kapal laut. Saya lebih melihat ekonominya. Suramadu hanya kabupaten," ujar anggota DPD asal Provinsi Jambi itu.
Berbeda dengan Syukur, Pakar Transportasi Darmaningtyas justru menolak rencana pembangunan jembatan Selat Sunda, karena pembangunan dengan biaya yang besar hingga mencapai ratusan triliun itu tentu dengan kompensasi kembali menambah utang, belum lagi akan menimbulkan kesenjangan antara Indonesia Barat dan Timur. "Karena jembatan Suramadu angkutan laut mati, tapi dampak positif tidak ada yang ada proses pemiskinan di Madura, karena lebih milih ke Surabaya," ujarnya mencontohkan.
Untuk itu, dia lebih setuju agar perekonomian Sumatera-Jawa dihubungkan melalui jaringan kereta api. "Pengiriman barang menggunakan truk maksimal hanya 200 Km. Lebih itu tidak rasional, dari sisi biaya dan waktu. Lebih baik dengan kereta api," pungkasnya