Pencabutan Uji UU Polri, Kalah Sebelum Berperang

sumber berita , 04-11-2011

JAKARTA - “Kemenangan ini adalah kemenangan reformasi, bukan kemenangan siapa-siapa,” kata anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir. Ia bukan sedang berorasi, juga tidak berceramah.

Ia hanya menanggapi pencabutan gugatan uji undang-undang (judicial review) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Persidangan ketiga yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (3/11), itu sedianya menjadi perang sengit antara pemohon Andi Muhammad Asrun dan termohon. Dalam kesempatan itu, termohon diwakili DPR, pemerintah, dan Polri.

Dalam persidangan itu, pasukan dan “persenjataan” termohon telah siap. Di deretan bangku sebelah kanan majelis tampak rombongan anggota DPR, sebut saja kader Partai Golkar Nudirman Munir, anggota dari Fraksi PKS Fahri Hamzah, dan Adang Darajatun dari PKS. Tampak pula Ahmad Yani dari PPP dan Syarifudin Suding dari Hanura.

Dari pihak pemerintah tidak tanggung-tanggung, Kementerian Hukum dan HAM yang diwakili Wakil Menteri Denny Indrayana. Padahal, tidak jarang dalam sidang uji UU di MK, pihak pemerintah hanya diwakili ketua bahkan staf biro hukum. Di samping Denny, hadir pula Direktur Litigasi Kemenhukham, Mualimim Abdi.

Bahkan, dari pihak Polri, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo khusus hadir di sidang tersebut. Ia didampingi Kepala Divisi Hukum Polri Irjen Pol Mudji Waluyo. Tampak pula Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komjen Pol Oegroseno.

Masih banyak lagi jenderal polisi bahkan purnawirawan jenderal polisi hadir dalam sidang siang itu. “Sidang kali ini bertabur bintang, banyak profesor yang datang,” ujar Ketua Majelsi Hakim yang juga Ketua MK, Mahfud MD.

Di tangan Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar telah siap sejilid buku bertajuk “Jawaban Polri sebagai Pihak Terkait atas Judicial Review UU Polri”.

Tak hanya itu, pihak termohon juga didukung Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) serta Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia (ISPPI).

Pakar hukum tata negara dari Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis dan Penasihat Ahli Kapolri Chaerul Huda juga siap menjadi saksi menyatakan, Polri di bawah Presiden adalah konstusional. “Kami membawa 16 saksi ahli,” gertak Kapolri.

Sidang itu juga dijaga ketat kepolisian. Ratusan anggota polisi yang di antaranya bahkan anggota Brimob Polri. Dua pintu ruang sidang dijaga masing-masing dua anggota Brimob. Tidak cukup sampai di situ, pintu masuk pun dilengkapi detektor logam.

Mencabut Gugatan

Namun, tampaknya para pemohon mengibarkan bendera putih bahkan saat gong perang mulai akan ditabuh. Ketiadaan persenjataan, alasan yang mereka ajukan.

“Dengan berat hati kami mencabut permohonan a quo, Yang Mulia. Kami sudah berusaha. Tetapi kami tidak mendapatkan saksi fakta,” ucap kuasa hukum pemohon Dorel Amir. Tidak lama, Dorel menyerahkan surat pencabutan gugatannya.

Sontak, semua pihak terkejut. Kapolri bahkan sempat terlihat menggelengkan kepala. “Saya kecewa. Tetapi saya menghargai keputusan pemohon,” ujar Timur. Pernyataan yang sama dinyatakan oleh hampir semua pihak yang hadir saat itu.

Kapolri menampik bahwa pencabutan permohonan itu karena ada intervensi dari pihaknya. Dinyatakan jenderal bintang empat ini, tidak ada tekanan sedikit pun yang dilakukan Polri. “Saya kira bisa kita lihat sendiri. Kehadiran kami sudah sangat serius untuk menyelesaikkan persoalan ini,” kilahnya.

Di sisi lain, kuasa hukum pemohon lainnya, Andi M Asrun, mengaku sering mendapat teror dari intel kepolisian pascapengajuan permohonan uji UU Polri. Asrun mengatakan, rombongan intel tiba-tiba mendatangi rumahnya.

“Katanya rumah saya akan dipakai rekonstruksi tersangka teroris Umar Patek,” ujarnya saat dihubungi wartawan, Rabu (2/11). Asrun memang tidak hadir dalam persidangan itu.

Para pemohon menggugat keberadaan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 11 UU Polri. Pasal-pasal itu dinilai bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 karena menempatkan kepolisian di bawah Presiden sehingga rawan intervensi.

Penasihat ahli Kapolri Chairul Huda menilai, keberadaan polisi di bawah kabinet sudah tepat. Kapolri dapat secara langsung melaporkan keadaan keamanan dan segala hal yang berkaitan dengan tugas serta fungsinya kepada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Sebaliknya jika kedudukan Kapolri bukan sebagai anggota kabinet, kerja polisi akan lebih sulit. "Bayangkan kalau Kapolri bukan anggota kabinet, sehingga jika Kapolri mau melaporkan suatu hal itu tidak bisa. Karena dia tidak anggota kabinet, tidak bisa langsung ke presiden dalam rapat kabinet,” katanya.

Ia menjelaskan, UU mengatur posisi Kapolri, karena memang konstitusi tidak secara langsung mengatur hal tersebut. Dengan demikian, UU Kepolisian memungkinkan mengaturnya di bawah presiden sebagai bagian dari politik hukum nasional sejak 1946.

Meski sempat menyimpang selama Orde Baru, karena kedudukan Polri di bawah militer, namun hal itu berhasil diperbaiki dengan munculnya UU 2 Tahun 2002. "Memang agak menyimpang saat Orde Baru, tapi Orde Baru dalam tanda kutip hampir semua unsur pemerintahan berada di bawah militer, termasuk Polri," ujarnya. 

Diposting 09-11-2011.

Mereka dalam berita ini...

Nudirman Munir

Anggota DPR-RI 2009-2014 Sumatera Barat II
Partai: Golkar

Fahri Hamzah

Anggota DPR-RI 2009-2014 Nusa Tenggara Barat
Partai: PKS

Adang Daradjatun

Anggota DPR-RI 2009-2014 DKI Jakarta III
Partai: PKS

Ahmad Yani

Anggota DPR-RI 2009-2014 Sumatera Selatan I
Partai: PPP

Syarifuddin Sudding

Anggota DPR-RI 2009-2014 Sulawesi Tengah
Partai: Hanura