Anggota Kaukus Parlemen ASEAN untuk Myanmar (ASEAN Inter-Parliemantary Myanmar Caucus/AIPMC) Lily Chodidjah Wahid menyatakan, rakyat Myanmar perlu dibantu karena mereka secara politik tidak berdaya di bawah rezim militer. Indonesia juga sebenarnya masih memiliki masalah tapi tidak separah di Myanmar.
"Demokrasi di Indonesia pada prinsipnya berjalan. Rakyat Indonesia memiliki kebebasan berekspresi. Mereka berteriak-teriak di jalanan pun tak ada masalah," kata anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini saat jumpa pers di Ruang Wartawan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/11).
Indonesia dan ASEAN tidak bisa tinggal diam menghadapi kondisi dan situasi politik di Myanmar karena berdampak pada sosial politik negara tetangganya. Misalnya, kini banyak rakyat Myanmar yang menyeberang ke Thailand. "Tentu negara Thailand kerepotan dengan pengungsi tersebut. Di sisi lain upaya memulangkan penyeberang itu pun juga sulit," kata Lily.
Sementara, Dadoes Soemarwanto dari Fraksi PDIP menyatkan, rezim militer Myanmar memang telah membebaskan sedikitnya 220 tahanan dari 6.359 tahanan politik. "Namun pembebasan itu tidak ada artinya bila tidak disertai perbaikan hak-hak politiknya," ujar Dadoes.
AIPMC dalam pernyataannya mengingatkan rezim militer Myanmar untuk melakukan langkah progresif dalam reformasi demokrasi yang memenuhi standar HAM sebelum memimpin ASEAN pada 2014. Karena itu AIPMC juga mendesak Pimpinan ASEAN yang yang menghadiri KTT ASEAN di Bali pekan ini memaksa pemerintah Myanmar menyelesaikan konflik etnis juga pelanggaran HAM domestiknya.end