Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Sadar Subagyo meminta pemerintah untuk tidak selalu berbangga hati dengan dana transfer yang sudah dikeluarkan dua kali lipat. Pemerintah, katanya, harus memperhatikan berapa besar persentasenya bukan besaran alokasinya.
"Saya mau mengoreksi, bahwa transfer daerah meningkat dua kali lipat secara agregat benar. Namun pandangan ini menyesatkan. Karena alokasi harus dilihat dari persentase," kata Sadar dalam rapat dengar pendapat Panja Transfer Daerah Komisi XI dengan Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Kementerian Perencanan Pembangunan Nasional/Badan perencanaan Pembangunan Nasional membahas tentang dana transfer daerah, di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (28/11).
Meskipun angka dana transfer daerah naik tiga kali lipat, tahun 2005 sebesar Rp 150 triliun menjadi Rp 465 triliun, lanjutnya, tetapi persentasenya hanya naik tiga persen. Yaitu dari 30 persen menjadi 33 persen. Jadi, jika pemerintah selalu mengatakan dana transfer daerah selalu naik adalah salah besar. Sadar nambahkan, bahwa membahas APBN adalah membahas keberpihakan. Pemerintah harus melihat persentasenya.
"Saya harus meluruskan pandangan yang menyesatkan itu," cetusnya.
Selain soal persentase dana transfer daerah, anggota dewan dari daerah pemilihan Jawa Tengan VIII yang meliputi Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap ini mengatakan, Panja harus mengamandemen UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Karena, perencanaan perumusan soal DAU DAK masih membingungkan.
"Saya hanya menjelaskan beberapa contoh yang tidak masuk akal. Pertama mengenai pajak kendaraan, 70 persen untuk provinsi, saya anggap perwakilan pusat dan 30 persen untuk kabupaten. Padahal 90 persen ini kendaraan muter-muter di kabupaten. Mengapa 70 persen untuk provinsi sementara 30 persennya untuk daerah?" katanya.
Contoh lainnya lagi, Sadar mempertanyakan pajak untuk hasil perikanan yang dibagi rata antara daerah penghasil dengan daerah yang tidak penghasil. Padahal perikanan merupakan hasil kerja keras, sedang pertambangan adalah anugerah. Tetapi pertambangan yang tidak memerlukan kerja keras daerah penghasilnya mendapatkan porsi yang lebih tinggi dan hanya untuk daerah kabupaten di provinsi yang bersangkutan. Sementara untuk perikanan dibagi ke seluruh daerah Indonesia.
Dan yang menurut Sadar paling menyesatkan adalah pajak penjualan. Pajak penjualan diberlakukan 100 persen untuk pusat. Padahal, katanya, kita tahu tidak ada pajak penjualan karena yang membayar adalah pembeli. Jadi, seharusnya yang berlaku adalah pajak pembelian. "Rumusan dan ketimpangan fiskal yang ada benar-benar tidak mencerminkan ketidakadilan," ujarnya.end