Polisi Harus Serius Jalankan Reformasi

sumber berita , 04-01-2012

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengatakan, video yang dilansir Komisi Nasional (Komnas) HAM terkait pembubaran massa di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menunjukkan petinggi Polri selama ini telah melakukan kebohongan publik.

Kebohongan yang dilakukan petinggi Polri yang selama ini diumumkan ke publik, kata Tubagus, di antaranya prosedur tetap (protap), jumlah korban, kasus penganiayaan yang terjadi, dan situasi di lapangan. "Semua kebobrokan ini harus segera diakhiri," kata Tubagus dalam pesan singkatnya kepada SH di Jakarta, Rabu (4/1).

Tubagus mengatakan, Polri harus serius menjalankan reformasi yang dituntut sebagai bagian dari reformasi. Bangsa ini, kata Tubagus, membutuhkan polisi yang profesional sebagai pengayom masyarakat. Kendati demikian, Tubagus yakin masih ada aparat kepolisian yang baik, serta memiliki dedikasi dan pengabdian untuk bangsa dan negara.

Di bagian lain, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Novel Ali mengatakan, Kepala Polri harus mengevaluasi protap ketika menghadapi masyarakat atau demonstrasi. Ia menegaskan, aparat kepolisian tidak dibenarkan melakukan kekerasan bila tidak ada perlawanan atau tindakan anarkis dari masyarakat.

Novel mengatakan, jika benar aparat kepolisian melakukan kekerasan dalam kasus di Bima maupun Mesuji (Lampung dan Sumatera Selatan), hal itu termasuk tindakan brutal. "Itu tindakan yang tidak beradab," kata Novel ketika dihubungi SH di Jakarta, Rabu.

Meski demikian, Novel mengatakan, Mabes Polri perlu menyampaikan kronologi peristiwa versi mereka sebagai pembanding dari hasil temuan Komnas HAM yang disampaikan ke publik, kemarin.

Karena itu, kata Novel, Mabes Polri dan Komnas HAM perlu duduk bersama untuk bertukar fakta yang didapat dari masing-masing kedua belah pihak. Hal itu diperlukan untuk mendapatkan fakta-fakta yang sesungguhnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Alhabsy mengatakan, sejumlah kasus kekerasan oleh aparat yang terjadi belakangan merupakan indikator kegagalan Polri dalam menjaga keamanan sebagaimana diamanatkan Pasal 30 Ayat 4 UUD 1945.

Aboe mengatakan, sebagai penanggungjawab keamanan nasional Polri seharusnya memaksimalkan fungsi deteksi dini, sehingga segala bentuk potensi ganguan keamanan akan terdeteksi.

Pada kasus Mesuji dan Bima Polisi, kata Aboe, terbukti Polri gagal mengelola massa. "Mereka terlihat represif dalam menghadapi massa, akibatnya nyawa rakyat harus melayang dengan timah yang dibeli dari pajak mereka," ujar Aboe.

Aboe menambahkan, apa pun alasannya, kekerasan yang dilakukan aparat tidak dibenarkan. Ia menegaskan, harus ada yang bertanggung jawab atas nasib rakyat yang meregang nyawa.

Bila tidak ada tindakan pertanggungjawaban yang tegas, kata dia, ini akan menjadi preseden tidak baik. "Bila siswa SMK mencuri sandal polisi diancam pidana 5 tahun, masa polisi bisa melenggang ketika menghilangkan nyawa orang," katanya.

Upati dan Pemimpin Polri

Di bagian lain, Komisioner Komnas HAM Ridha Saleh mengatakan, bupati Bima dan pemimpin Polri di NTB bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran HAM di Kabupaten Bima, beberapa waktu lalu. Komnas HAM akan memberikan empat rekomendasi ke Kepala Kepolisian RI.

Saat dihubungi SH di Jakarta, Selasa (3/1), Ridha mengatakan, berdasarkan investigasi, Komnas HAM menilai bupati Bima harus bertanggung jawab karena memberikan izin pemberian tambang yang sejak awal ditolak rakyat. Penolakan rakyat itu dijawab aparat kepolisian dengan kekerasan.

Ridha mengatakan, Kepala Kepolisian Daerah NTB juga harus bertanggung jawab karena mengetahui dan memberikan izin penempatan pasukan di Pelabuhan Sape, Bima, yang telah melanggar HAM.

Selain itu, ia mengatakan, Kepala Kepolisian Sektor Bima dan para komandan pasukan juga harus bertanggung jawab karena mengerahkan pasukan ke lapangan yang kemudian menembak rakyat.

Ridha mengatakan Komnas HAM akan memberikan empat rekomendasi kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Empat rekomendasi itu adalah meminta Kapolri melakukan penyelidikan secara independen terhadap jajaran aparat kepolisian yang diduga melanggar HAM di Bima.

Kapolri, kata Ridha, harus memberikan sanksi hukum yang tegas ke setiap anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran HAM. Rekomendasi kedua, lanjut Ridha, Kapolri harus menjamin dilindunginya hak-hak para tersangka dalam kasus pelanggaran HAM di Bima.

Selain itu, kata Ridha, Kapolri juga harus menjamin keamanan warga dengan tidak melakukan penyisiran, penangkapan, dan penahanan guna menghindari terciptanya konflik baru. Ia juga menambahkan, Kapolri harus mengembalikan harta benda yang rusak atau dirampas saat kekerasan terjadi.

Rekomendasi terakhir, kata Ridha, Komnas HAM meminta Kapolri agar mengevaluasi protap Polri dalam menangani keamanan. Berdasarkan investigasi, kata Ridha, bupati dan pemimpin Polri di NTB dan Bima tidak ada upaya mencegah terjadinya kekerasan oleh aparat.

Diposting 04-01-2012.

Mereka dalam berita ini...

Aboe Bakar Al Habsyi

Anggota DPR-RI 2009-2014 Kalimantan Selatan I
Partai: PKS

Tb. Hasanuddin

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Barat IX
Partai: PDIP