Sudah terlalu banyak lembaga ad hoc di Indonesia, termasuk Satgas tenaga kerja Indonesia (TKI). Karena itu masa tugas Satgas TKI tidak perlu lagi diperpanjang. Apalagi hingga saat ini tidak ada pola kerja yang terukur dengan baik dari keberadaan satgas yang telah bertugas selama satu tahun ini.
"Tak ada laporan secara detil dan transparan, baik soal penyelesaian kasus, mau pun penggunaan anggaran negara," kata anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Minggu, 8/1).
Untuk menangani persoalan TKI, lanjut Rieke, seharusnya pemerintah SBY mengefektifkan dan memaksimalkan kinerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan membangun koordinasi "one country one tim" antar-kementerian dan lembaga. Pemerintah SBY juga seharusnya menegakkan hukum dengan memberikan punish and reward terhadap pejabat-pejabat negara di kementerian dan lembaga terkait.
"Kalau menteri tidak bisa kerja dan menyimpang tentu tidak bisa dipertahankan lagi," tegas Rieke.
Rieke mengingatkan bahwa para TKI sangat membutuhkan kehadiran negara. Para TKI berharap negara menjadi pelindung mereka, dan bukan malah justru melindungi mafia TKI yang menjadi bagian dari pelaku siklus kekerasan dan diskriminasi.
"Meski legislasi diperbaiki dan seribu satgas TKI dibentuk, tapi tanpa ada political will dari pemerintah maka bisa dipastikan perlindungan terhadap TKI hanya sekedar pencitraan iklan sabun mandi ala SBY," demikian Rieke.