Perpanjangan masa tugas Satgas penanganan WNI atau TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri mendapat dukungan.
Anggota Komisi IX DPR Herlini Amran mengatakan, perpanjangan itu harus dengan catatan, Satgas harus bekerja lebih baik lagi dalam melakukan pembebaskan TKI yang terancam hukuman mati.
"Pemerintah harus melakukan pendekatan lobi dan hubungan baik dengan negara bersangkutan (terdapat TKI yang terancam hukuman mati) terutama dengan Kerajaan Saudi baik melalui G to G ataupun pendekatan tokoh-tokoh seperti Pak Habibie untuk memperlancar lobi-lobi dengan negara terkait," kata Herlini dalam siaran persnya, Sabtu(7/1).
Selain itu, Herlini berharap, Presiden tidak hanya mengandalkan Satgas TKI dalam penanganan pembebasan TKI. Presiden juga harus mampu mengoptimalkan kementerian terkait penanganan permasalahan TKI di luar negeri sehingga tidak perlu lagi pembuatan "Satgas-Satgas" lainnya.
Herlini juga berharap, Satgas TKI harus transparan mengenai kinerjanya dan Satgas harus terus dievaluasi langsung oleh Presiden.
"Jadi kinerja satgas harus efektif dan efisien," jelas Herlini.
Sebagaimana diketahui, Satgas penanganan warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati dibentuk pada Juli 2011. Jika mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2011, masa tugas Satgas TKI hanya bekerja dalam kurun waktu 6 bulan. Salah satu alasan masa tugas Satgas TKI diperpanjang menyangkut rekomendasi penguatan kelembagaan yang sudah ada untuk menangani kasus TKI yang terancam hukuman mati.
Sebelum Satgas itu terbentuk, sudah ada ratusan TKI terancam hukuman mati terhitung dalam 10 tahun terakhir. Berdasarkan data BNP2TKI, jumlah TKI terancam hukuman mati di Malaysia sebanyak 148 orang, Republik Rakyat Cina 40 orang, Arab Saudi 14 orang, Iran 3 orang dan Singapura 2 orang. Sementara, 12 TKI di Arab Saudi sudah divonis mati.
Sepanjang tahun 2011, menurut Juru Bicara Satgas TKI, Humphrey Djemat, Satgas TKI telah berhasil membebaskan 37 orang yang terancam hukuman mati dengan perincian: 8 orang di Arab Saudi bebas murni, 4 orang di antaranya sudah kembali ke Tanah Air, sementara 4 orang lainnya sedang menunggu pemulangan. Dua orang lainnya telah berubah menjadi hukuman 10 tahun penjara (Sumartini dan Warnah); 14 orang di Malaysia terlepas dari vonis hukuman mati (6 orang di antaranya bebas murni, sedangkan 8 orang lainnya divonis penjara); 11 orang di China berhasil terlepas dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup; 2 orang di Iran telah divonis hukuman seumur hidup.