PEMBAGIAN hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu ditentukan secara proporsional. Proses penentuan proporsi dana bagi hasil (DBH) terhadap UU Perimbangan Keuangan dinilai lemah karena belum dirumuskan secara akademik untuk dijadikan pedoman oleh pemerintah.
“Tidak adanya naskah akademik yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk melihat dari mana rasionalitas angka proporsi bagi hasil SDA antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” kata ahli administrasi negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyudi Kumorotomo yang hadir sebagai ahli dari pemohon dalam sidang pengujian Pasal 14 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Perimbangan Keuangan), di gedung MK, Jakarta, Rabu (1/2).
Menurutnya dalam Penjelasan Umum dari UU perimbangan Keuangan juga tidak terdapat penjelasan rinci mengenai apa pertimbangan dari segi ekonomi, lingkungan dan kebutuhan pembangunan daerah sehingga diperoleh proporsi 85:15 tersebut.
Meski keharusan untuk membuat naskah akademik memang tidak diatur di dalam peraturan perundangan sebelum keluarnya UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. “Dalam UU Perimbangan Keuangan tidak ada keterangan, rasionalitas, maupun naskah akademiknya, maka sulit untuk memahami pertimbangan tentang proporsi DBH secara objektif,” kata dia.
Pengujian UU Perimbangan Keuangan diajukan oleh Sundy Ingan (kepala desa Sungai Bawang), Andu (petani dari Desa Badak Baru), Luther Kombong (anggota DPD RI), H Awang Ferdian Hidayat (anggota DPD), Muslihuddin Abdurrasyid (anggota DPD), dan Bambang Susilo (anggota DPD), yang tergabung dalam Majelis Rakyat Kalimantan Bersatu (MRKTB).
Para pemohon menilai prosentase penerimaan pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang dihasilkan tidak adil, untuk itu mereka meminta MK menyatakan frasa ’’Sebanyak 84,5 persen untuk pemerintah dan 15,5 persen untuk daerah’’ dan frasa ’’69,5 persen untuk pemerintah dan 30,5 persen untuk daerah’’ dalam Pasal 14 huruf e dan f UU Perimbangan Keuangan bertentangan Pasal 1 ayat (1), Pasal 18A ayat (2), Pasal 33 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.