Anggota Komisi XI DPR Kemal Azis Stamboel menilai Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) perlu me-review suku bunga pasar yang menjadi acuan suku bunga penjaminan atau LPS Rate. “Saya setuju dengan pandangan Pak Darmin. Tidak tepat kalau yang jadi acuan itu adalah BI Rate-nya. Karena dengan BI Rate yang ditetapkan saat ini ada koridor bawah dan atas suku bunga operasi moneter BI," ujar Kemal Azis Stamboel dalam rilisnya, Minggu (12/2).
Saat ini suku bunganya 3,75 persen untuk fasilitas simpanan atau deposit facility rate dan 6,75 persen untuk fasilitas pinjaman atau lending facility rate. "Dan saya setuju suku bunga pasar itu lebih dekat dengan Fasilitas Bank Indonesia (FasBI) seperti simpanan overnight di BI atau deposit facility rate itu. Untuk itu perlu komunikasi yang intensif antara BI dan LPS, agar target kebijakan moneter yang diambil tidak terdistorsi tingginya LPS Rate," ujarnya.
Sebelumnya, BI meminta LPS agar tidak lagi memasukkan BI rate sebagai salah satu indikator penentuan bunga penjaminan LPS atau LPS rate. BI menyarankan LPS menggunakan suku bunga FasBI sebagai acuan. Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, menurut Undang Undang LPS Nomor 2 Tahun 2004, besaran bunga penjaminan harus mengacu pada bunga pasar. Tetapi menurutnya, bukan berarti bunga pasar itu adalah BI rate, dan tidak tepat mengartikan bunga pasar adalah BI rate.Dalam dunia perbankan, menurut Darmin, yang dekat dengan bunga pasar adalah bunga FasBI.
"Sebab, ketika bank mengalami kelebihan likuiditas di pasar, bank akan menaruh dananya di FasBI. Saat BI melakukan reverse repurchase agreement (repo) dan operasi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), referensinya juga bunga FasBI. Pada pasar modal, bunga pasar tergambar dalam yield curve surat berharga negara (SBN) 3 bulan dan 6 bulan," ujarnya.
Sementara BI rate setara dengan yield SBN diatas 1 tahun. Menurutnya bila terjadi kesulitan menggunakan acuan suku bunga pasar SBN, maka lebih baik yang digunakan adalah yang menjadi acuan perbankan dan BI yakni FasBI.
“Dengan tingkat bunga yang dijamin LPS untuk Bank Umum dalam bentuk rupiah sebesar 6,5 persen saat ini memang sangat tinggi. Suku bunga FasBI saat ini hanya sebesar 3,75 persen. Dengan menjadikan suku bunga FasBI sebagai acuan bunga penjaminan, maka LPS Rate harusnya diturunkan lebih progresif. Saya kira ini akan mendorong suku bunga simpanan di bank akan semakin turun, sehingga biaya dana jadi murah. Dan perbankan akan dapat menekan bunga kreditnya bisa lebih rendah. Tingginya LPS Rate selama ini telah mendistorsi upaya menurunkan biaya dana dan suku bunga kredit bagi perbankan untuk bisa turun lebih cepat," papar politisi PKS ini.
Menurut Kemal, kalau LPS mau mengikuti anjuran bank sentral maka penurunan LPS rate akan menjadi kebijakan yang sangat kondusif untuk mendorong perkembangan dunia usaha dan perekonomian nasional.
LPS harus ingat, sambung Kemal, tingginya cost of capital Indonesia telah menjadi sumber penting rendahnya daya saing nasional dibanding negara-negara sekawasan. Di beberapa negara tetangga seperti Thailand, Filipina, Malaysia suku bunga dana sangat rendah hanya 2-3 persen padahal inflasi dikisaran 4-4,5 persen.
Dengan penurunan LPS Rate yang signifikan tentunya, kata Kemal, akan dapat menekan suku bunga dana dan suku bunga kredit sehingga mendorong penyaluran dana perbankan ke sektor riil dan masyarakat lebih baik. Dengan biaya akses modal yang lebih murah maka sektor riil akan bergerak lebih cepat dan lapangan pekerjaan akan semakin luas. Dampaknya tentu pengentasan kemiskinan juga akan semakin cepat, akibat peningkatan pendapatan masyarakat dengan meningkatnya perekonomian nasional.
" Untuk itu kita harapkan LPS perlu segera menurunkan suku bunga penjaminan dan perlu mempertimbangkan dengan seksama masukan bank sentral”, tutupnya.