Selama hampir satu dekade produksi susu segar nasional stagnan dengan harga yang rendah. Fenomena ini terjadi karena minimnya anggaran yang dialokasikan pemerintah dan lemahnya proteksi harga terhadap peternak dalam negeri di hadapan Industri Pengolahan Susu (IPS) yang lebih mementingkan importasi bahan baku.
Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar meminta kepada pemerintah untuk mengalokasikan anggaran di APBN guna pengembangan susu nasional serta mendorong IPS untuk menyerap susu tradisional dengan harga yang wajar dan kualitas yang kompetitif. Menurut data Nielsen, produsen susu bubuk asing menguasai sekitar 87% pasar Indonesia hingga kuartal I 2011.
“Produksi susu segar nasional nyaris stagnan dalam satu dekade ini. Perlu langkah yang progresif dan komitmen yang serius dari Pemerintah untuk mendorong peningkatan konsumsi maupun produksi susu segar nasional. Selain itu Pemerintah juga harus memberikan perlindungan harga yang kompetitif dan wajar bagi petani di hadapan IPS,” ujarnya sesuai rapat dengar pendapat dengan Dewan Persusuan Nasional (DPN), Selasa (14/2).
Menurut catatan DPN, saat ini terdapat 120 ribu rumah tangga peternak sapi perah yang sebagian tersebar berlokasi di Pulau Jawa. Rata-rata setiap peternak memiliki sapi sekitar 2-4 ekor. Setiap hari tidak kurang dari 1.900 ton susu segar yang dihasilkan para peternak dengan nilai sekitar Rp 6,5 miliar. Sementara tingkat konsumsi susu di Indonesia sekitar 10 liter/kapita/tahun. Namun, selama satu dekade hanya mampu memenuhi sekitar 25 persen kebutuhan susu nasional.
Rofi menambahkan, “Selama hampir 11 tahun susu segar dalam negeri rata-rata harganya 30% jauh di bawah harga bahan baku susu eks impor. Jelas ini tidak berimbang dan jauh dari semangat perlindungan terhadap produsen susu segar nasional.“