Harga Obat Generik Masih Terjangkau

sumber berita , 21-03-2012

Kebijakan kenaikan harga obat sebesar 6–9% yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ternyata tidak berpengaruh banyak di pasaran. Mayoritas apotek masih menjual obat di bawah harga eceran tertinggi (HET).

Hal itu diketahui dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Kemenkes ke sejumlah apotek dan toko obat di wilayah Jakarta. Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Maura Linda Sitanggang mengatakan, kenaikan harga obat generik yang diberlakukan atas dasar Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 92 Tahun 2012 tentang Harga Obat Generik pada 23 Februari 2012, tidak memengaruhi harga obat di pasaran.

Meski demikian, Kemenkes akan terus mengawasi dan menyurvei harga obat. “Berdasarkan sidak yang dilakukan Kemenkes, obat generik lengkap dengan penjualan harga-harga yang semuanya dijual di bawah HET, yaitu Rp343. Kesemuanya ini di bawah kendali Kemenkes,” ungkap Linda saat melakukan sidak harga obat di Apotek Titi Murni Farmasi dan Kimia Farma di Jakarta kemarin.

Dia mencontohkan, obat Parasetamol 500 mg dengan kotak 10x10 isi 100 tablet dijual dengan harga sekitar Rp14.175. Artinya, harga per tablet dijual Rp100. Selain itu, obat Dexamethasone yang tergolong obat keras dijual dengan harga di bawah HET, yaitu Rp249.200 per seratus butir, sedangkan HET nya Rp270.270 per seratus butir. “HET ditentukan pemerintah setiap tahunnya. Sejauh ini belum ada apotek yang nakal. Namun, kita akan tetap bina terus,” katanya.

Menurut dia, sidak seperti ini sudah dilakukan Kemenkes sejak 1989. Apotek, ujarnya, memang diperbolehkan menjual harga obat di bawah HET. Pada tahun ini diperkirakan terdapat 170 jenis obat yang mengalami kenaikan, yaitu sekitar 6–9% dari 489 jenis obat generik. Namun jika nantinya diketahui ada apotek yang menjual obat melebihi HET, Kemenkes sudah menyiapkan sanksi administrasi dan pidana.

Linda mengaku pengawasan dan sidak ini akan terus dilakukan setiap enam bulan sekali. Selain itu, Kemenkes juga akan melakukan survei harga, tidak hanya obat generik, namun juga obat nongenerik. “Jadi, kita melakukan survei dan studi juga untuk hal itu. Monitoring ini juga kita lakukan bersama dinas kesehatan di seluruh Indonesia,” paparnya.

Kemenkes, ujarnya, juga berharap semua kalangan masyarakat bisa memperoleh obat-obat generik dengan menggunakan Asuransi Kesehatan (Askes) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Sedangkan untuk obat nongenerik, ungkapnya, harganya memang sulit terjangkau oleh kalangan bawah. Berdasarkan Kepmenkes tersebut, ungkap Linda, dengan segala aspek yang sudah dipertimbangkan dan sudah ditentukan, tidak ada kenaikan harga obat generik untuk ke depannya.

Namun jika terdapat perkembangan-perkembangan baru dan ada usulanusulan kenaikan harga obat generik, kemungkinan naik bisa saja terjadi. “Semua usulan kenaikan maupun penurunan itu melalui pertimbangan dan evaluasi harga obat,” tandasnya. Anggota Komisi IX DPR Chusnunia mengatakan, Kemenkes memiliki pertimbangan kuat untuk menaikkan harga obat generik.

Namun, politikus PKB ini meminta agar kenaikan tersebut masih dalam tahap wajar dan tidak memberatkan kalangan menengah ke bawah. “Kenaikan tersebut harus diimbangi dengan perbaikan kualitas pelayanan serta kualitas produk obat generik,” ujarnya. Menurut dia, permasalahan yang utama dalam obat generik adalah masalah distribusi. Masih banyak di daerah terpencil yang belum dapat menikmati obat generik.

“Seharusnya pemerintah terutama Kemenkes, mengutamakan pendistribusian obat generik, bukannya mengutamakan obat nongenerik,” tandasnya. Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab menyatakan, DPR akan mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengeluarkan izin-izin produksi obat generik kepada empat perusahaan farmasi milik badan usaha milik negara (BUMN).

Nizar mengungkapkan, jika harga obat generik naik, hal itu sah-sah saja. Namun, harus ada cara pandang perusahaan BUMN yang harus diluruskan. Artinya, pada saat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai berjalan, semua perusahaan BUMN yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan harus bersifat nonprofit.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfidz meminta Kemenkes melakukan upaya revitalisasi dan reposisi obat generik termasuk sosialisasinya kepada masyarakat.

Diposting 21-03-2012.

Mereka dalam berita ini...

Irgan Chairul Mahfiz

Anggota DPR-RI 2009-2014 Banten III
Partai: PPP

Chusnunia (Nunik Chalim)

Anggota DPR-RI 2009-2014 Lampung II
Partai: PKB

Ahmad Nizar Shihab

Anggota DPR-RI 2009-2014 Sulawesi Selatan I
Partai: Demokrat