Anggota DPRD Palopo menjamin tidak ada surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif, seperti yang disebutkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam temuannya.
Sejumlah legislator ini mengatakan, temuan BPK RI Perwakilan Sulsel terhadap APBD 2011 itu belum dapat dikatakan fiktif. “Pengunaaan SPPD itu belum bisa dikatakan fiktif, karena beberapa pertanggungjawaban anggaran dianggap belum lengkap dan perlu disempurnakan,” kata legislator Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI), Henry Galib, kepada SINDO kemarin.
Menurutnya, dugaan SPPD fiktif sebesar Rp520 juta di Sekretariat DPRD Palopo itu hanya meminta agar dilakukan perbaikan. “Misalnya, ada perjalanan dinas tidak dilengkapi boarding passtetapi hanya tiket pesawat. Ada juga menyetor tiket berangkat dan tidak melengkapinya dengan tiket pulang saat studi banding atau bimtek di luar Jawa,” ujar Henry yang saat dihubungi mengaku berada di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, tim auditor BPK sangat selektif dalam menelusuri penggunaan dana SPPD di eksekutif dan legislatif, sehingga pertanggungjawaban penggunaan dana SPPD fiktif harus dibuktikan secara valid dan autentik. Ketua Komisi I DPRD Palopo, Halim Achmad mengatakan, saat ini belum bisa dikatakan ada SPPD fiktif karena BPK masih memberikan kesempatan kepada seluruh pengguna SPPD untuk memperbaiki laporan pertanggungjawaban penggunaan dananya.
Hingga saat ini, BPK masih melanjutkan audit penggunaan APBD Palopo 2011 sebagai audit lanjutan dari praaudit yang dilaksanakan pada awal Februari lalu. “Kecuali setelah audit lanjutan APBD Palopo 2011 selesai dan yang bersangkutan tidak memperbaiki laporan pertanggungjawaban SPPD, maka bisa menjadi temuan SPPD fiktif,” kata Halim. Menurut dia, sejumlah anggota DPRD yang direkomendasikan untuk memperbaiki laporan penggunaan SPDD-nya, telah memenuhi rekomendasi BPK tersebut.
Diberitakan, BPK menemukan dugaan penggunaan SPPD fiktif di Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, dan beberapa instansi di jajaran Pemkot Palopo pada APBD Palopo 2011. BPK menemukan sekitar Rp1,5 miliar dana SPPD pada APBD 2011 yang penggunaannya tidak bisa dipertanggungjawabkan atau diduga fiktif. Rinciannya, SPPD fiktif terbesar ada pada Sekretariat DPRD Palopo Rp520 juta, Sekretariat Daerah Kota Palopo Rp441 juta, dan beberapa instansi seperti Bappeda senilai Rp127 juta.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Palopo, Ruppe L, meminta semua pihak, baik dari eksekutif dan legislatif, yang tersangkut temuan BPK tersebut, segera melengkapi laporan pertanggungjawaban penggunaan SPPDnya. Hal itu perlu agar tidak menjadi temuan kerugian Negara oleh BPK. Saat ini, kata Ruppe, BPK masih melakukan audit lanjutan penggunaan dana APBD Palopo 2011, termasuk di dalamnya audit lanjutan pertanggungjawaban dan perbaikan laporan pertanggungjawaban SPPD 2011 dari eksekutif dan legislatif sesuai rekomendasi BPK.
“Di DPPKAD Palopo sendiri, sesuai hasil audit BPK, tidak ditemukan adanya dugaan SPPD yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.