Lemah, Pengawasan Pelaksanaan UU Ketenagakerjaan

sumber berita , 03-05-2012

Salah satu persoalan mendasar dalam konteks pelaksanaan Undang-undang Ketenagakerjaan dan berbagai regulasi turunannya adalah lemahnya pengawasan dari tingkat kementerian sampai ke tingkat dinas-dinas.

Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Mas'ud Ibnu Rasyid dalam Dialog Kenegaraan bertajuk 'Buruhku Sayang, Buruhku Malang' di Coffee Corner DPD, Rabu (2/5).

"Berbagai pelanggaran terhadap Undang-undang Ketenagakerjaan seperti praktik outsourcing dan pengupahan bisa diminimalisir jika pengawas sipil melaksanakan tugasnya," ujar Mas'ud Ibnu Rasyid.

Menurut Mas'ud, sejak zaman Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Soeparno, pihaknya sudah mengusulkan pembentukan Komite Pengawasan Nasional sampai di tingkat basis dengan melibatkan berbagai stakeholder mulai dari pemerintah, buruh, Apindo/pengusaha, media, dan perguruan tinggi. Komite Pengawasan Nasional ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka. Menurutnya, penyalahgunaan dan tidak dijalankannya Undang-undang Ketenagakerjaan terjadi karena kurangnya pengawasan.

Sistem pengawasan yang ideal adalah satu orang pengawas mengawasi lima perusahaan per bulan atau 50 perusahaan setahun. Tetapi pada kenyataannya, di Batam, dari 3.000 perusahaan yang terdaftar hanya ada empat orang tenaga pengawas. Akibatnya terjadi persoalan seperti konflik di PT  Dry Dock Batam. "Ada dua kemungkinan orang ini bengong terus atau dia gampang disuap," ujar politisi PDIP ini.

Selama ini DPR dan kementerian terus mendorong agar anggaran untuk pendidikan pengawas tenaga kerja terus ditingkatkan. Sebagai contoh, saat ini di Batam sendiri sudah bertambah 20 tenaga pengawas.

Sayangnya di era otonomi daerah ini, orang yang sudah dididik menjadi tenaga pengawas dengan proses magang selama dua tahun, bisa diganti dengan mudah karena terjadi pergantian pemerintahan daerah. "Pemda berganti dia diganti. Orang dari dinas pemakaman,  pemda diganti dia jadi pengawas tenaga kerja, padahal yang diawasi bukan orang yang sudah meninggal yang diawasi di pabrik-pabrik orang yang masih hidup," kata Rieke.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muji Handoyo mengatakan, sejak bulan April 2012, kementerian sudah membentuk Komite Pengawas Ketenagakerjaan. Komite ini murni mengadopsi praktik pengawasan yang berlaku universal di seluruh dunia dengan melibatkan tidak hanya pemerintah dan pekerja tetapi juga pengusaha, perguruan tinggi, dan media massa.

Hanya saja Muji mengaku pemerintah kesulitan menentukan partner dari pihak pekerja. Karena ada begitu banyak serikat pekerja dan semuanya terpecah belah. "Contohnya SPSI ada tiga, dan PPMI ada dua. Semuanya masing-masing punya keinginan sendiri-sendiri," pungkas Muji.end

Diposting 03-05-2012.

Dia dalam berita ini...

Rieke Diah Pitaloka

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Barat II
Partai: PDIP