Proyek pembangunan Kluster Industri Sei Mangkei (KISM) di Kabupaten Simalungun dinilai tidak marketable sehingga tidak akan menarik pasar. KISM lebih cocok dijadikan industri hilir PTPN daripada mega proyek dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, Chaidir Ritonga kepada Waspada Online, hari ini. Dia menuturkan, KISM lebih cocok dijadikan industri hilir PTPN karena pasarnya sudah mati.
"Saya termasuk yang tidak sependapat Sei Mangkei digunakan sebagai proyek nasional sebesar itu," kata Chaidir.
Chaidir mengatakan, dirinya lebih setuju dengan North Sumatera Palm Oil Valley (NSPOV) milik PTPN II di Percut Seituan sana yang luasnya sekitar 8000 ha, karena tidak perlu merubah RTRW nya dan sarana dan prasarananya lebih memadai. Bahkan, kata Chaidir, jauh yang lebih penting adalah marketnya yang jadi hidup matinya sebuah kawasan industri.
"NSPOV ini sudah lebih dulu menawarkan diri. Kalau Sei Mangkei, lebih cocok jadi industri hilirnya PTPN saja, bukan dengan Keppres. Terlalu besar itu, karena Sei Mangkei project by accident bukan by design," ungkap Chaidir.
Menurut Politisi dari Golkar tersebut, kelas KISM masih dibawah daerah lain karena sarana prasarananya tidak memenuhi syarat, seperti lahannya yang tidak memenuhi kawasan industri, sehingga pasar pun tak berminat datang ke sana.
"Kalau pasar tidak merespon, sama saja. Sama dengan hunian dan pertokoan, yang paling penting itu lokasi, lokasi, dan lokasi. Lokasi Sei Mangkei tidak marketable, berbeda dengan NSPOV yang pernah kita seminarkan. Sei Mangkei ini tidak ada kita seminarkan karena hanya proyek internal," ungkapnya.
Menurut Chaidir, meski pemerintah menjadi KISM sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK), tetap tidak akan menjual seperti NSPOV. Karena dengan KEK, konsekuensinya menjadi sangat mahal, marketability -nya terhadap investor swasta tidak terlalu tinggi, bahkan tidak menarik.
"Feeling saya sebagai seorang pengusaha, sama dengan kita ingin menegakkan benang basah," ujar Chaidir.
Chaidir menjelaskan, KISM sejatinya berawal dari keinginan direktur pengembanga PTPN III untuk mengembangkan industri hilir sawit. "Hemat saya, ketika itu hanya untuk kawasan pengembangan PTPN III, tapi tau-tau pemerintah megamini saja sehingga dijadikan MP3EI.
Oleh karena itu, jelas Chaidir, jika pemerintah memang ingin mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah barat, maka sebaiknya KISM dikembalikan saja ke awal prakarsa pembangunannya, yaitu sektor hilir PTPN III. Atau bisa juga dijadikan industri hilir PTPN I hingga PTPN XIV.
Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh analis ekonomi dari Universitas Nomensen Medan, Parulian Simanjuntak. “Keberadaan Sei Mangkei itu seperti proyek yang tidak memiliki kesiapan dana. Hal ini dikarenakan lemahnya lobi yang dilakukan oleh Pemprov Sumut,” ujarnya.
Jika memang tidak menarik pasar, bagimana jika dipindahkan ke provinsi lain saja? Baik Parulian dan Chaidir menolak gagasan ini. "Dikembalikan saja ke desain awal, jangan ke provinsi lain. Kita jangan kedepankan ego sektoral," tandas Chaidir.