Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto menyambut baik pencabutan Surat Keputusan (SK) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor KEP-236/MBU/2011. Ini merupakan tindak lanjut dari hasil dari rapat kerja Kementerian BUMN dengan Komisi VI DPR pada 15 Februari 2012.
SK tersebut diganti dengan menerbitkan tiga keputusan, di mana salah satunya SK-164/MBU/2012 tentang penetapan sebagian kewenangan Menteri BUMN, sebagai wakil pemerintah selaku pemilik modal perusahaan umum (perum), menjadi kewenangan dewan komisaris dan direksi.
Di sisi lain, Komisi VI DPR juga mendesak Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk lebih konsentrasi pada proses pencapaian target pengintegrasian ekonomi ASEAN atau "ASEAN Economic Community" pada 2015. Ini lebih baik ketimbang melakukan perombakan direksi di perusahaan milik negara.
Airlangga Hartarto mengatakan, sejumlah perombakan manajemen BUMN yang dilakukan Kementerian BUMN berpotensi menghambat kinerja jajaran direksi. Selain mengganggu tata kelola perusahaan milik negara, dengan mengganti jajaran direksi juga belum tentu persoalan BUMN bersangkutan selesai. Ini dikarenakan kinerja BUMN bukan hanya ditentukan oleh satu atau dua orang pimpinan.
"Perombakan-perombakan manajemen tersebut cenderung tidak menyentuh akar persoalan. Hanya faktor kosmetik media belaka, tentu kinerja BUMN tidak sepenuhnya tergantung pada direksi dan manajemen saja," kata Airlangga kepada wartawan saat ditemui di gedung DPR Jakarta, Selasa (22/5).
Menurut dia, di tengah kian dekatnya tenggat waktu Asean Economic Community (AEC), Indonesia tergolong masih tertinggal dibanding sejumlah negara ASEAN, seperti Malaysia dan Thailand. "Perombakan manajemen, bagaimanapun juga, akan berpengaruh terhadap kepercayaan pasar," ujarnya.
Sedangkan dari sisi manajemen sendiri, ketidakpastian masa depan akan membuat mereka enggan bekerja keras. Bahkan bisa tidak mau bekerja untuk memenuhi tugas mencapai target perusahaan.
"Perombakan jajaran direksi BUMN milik publik ini mekanismenya memerlukan RUPS (rapat umum pemegang saham) secara fisik. Harus ada pengumuman sebelumnya. Beda dengan perusahaan swasta. Ini akan menjadi preseden kurang baik kalau pemerintah tidak patuh aturan," ujarnya.
Airlangga menjelaskan, perombakan kabinet bukan soal birokrasi saja, melainkan juga terkait aspek terpenting, yakni akuntabilitas dan kepercayaan pasar.