Proyek rumah murah yang dicanangkan pemerintah sebanyak 600 ribu unit terancam mandek. Lahan perumahan yang seharusnya dibebaskan Pemerintah Daerah (Pemda) hingga kini belum juga tersedia.
Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tampaknya masih bingung karena masalah penyediaan lahan belum bisa diselesaikan. Padahal, ketersediaan lahan menjadi faktor utama agar proyek pembangunan rumah murah bisa berjalan.
Wakil Ketua Komisi V DPR bidang Perumahan Muhidin Mohamad Said meminta, pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai penyediaan lahan sebagai aturan teknis pelaksanaan Undang-Undang (UU) Pengadaan Lahan.
”Perpres tersebut sangat dibutuhkan supaya Undang-undang nya bisa segera diimplementasikan,” ucap Muhidin saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, proyek rumah murah yang ditargetkan sebanyak 600 ribu unit belum ada satu pun yang terealisasi.
Muhidin meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempercepat dan sekaligus mengkoordinasikan pelaksanaannya. Menurut dia, Perpres tersebut sangat diperlukan guna mendukung sejumlah proyek infrastruktur.
Untuk kota-kota besar seperti Jakarta, pengadaan lahan buat rumah murah sangat sulit. Apalagi, kata Muhidin, UU Pengadaan Lahan sebelumnya tak mengatur secara spesifik hak swasta dalam hal pengadaan lahan.
“Kalau swasta ini tidak turut diatur, apa bedanya dengan sekarang. Kita menginginkan agar pihak swasta bisa diatur,” tuturnya.
Menurutnya, ada yang bilang bahwa properti komersial sewaktu-waktu bisa terkena dampak aturan teknis dari aturan Pengadaan Lahan ini.
“Anggapan tersebut sama sekali tidak benar. Mengapa? Pengembang sudah punya pasar sendiri. Begitu pula wilayah yang mau dibangun pasti sudah punya kriteria, tidak bisa sembarangan lahan,” kata Muhidin.
Ia mengatakan, kepentingan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) lebih diperhatikan dalam Perpres tersebut. Apalagi, kemudahan rakyat dalam memperoleh rumah, baik dari segi sarana dan prasarana maupun ketersedian lahan.
Wakil Ketua Komisi V DPR Mulyadi proyek rumah murah jadi tantangan berat buat Menpera Djan Faridz hingga 2014.
“Tidak mudah menjalankan proyek ini. Apalagi Kemenpera tidak memiliki badan atau instrumen di daerah, guna membangun koordinasi dalam pelaksanaan proyek rumah murah,” kata Mulyadi.
Proyek rumah murah, menurut dia, sangat baik dan harus didukung. Tetapi kalau perencanaan dan infrastrukturnya tidak memadai, proyek tersebut sangat sulit dapat diimplementasikan.
“Saya kira Menpera harus kerja keras, terutama masalah lahan, perizinan dan lainnya sehingga proyek rumah murah bisa direalisasikan sebelum 2014 nanti,” cetus Mulyadi.
Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai, Perpres Pengadaan Lahan tetap saja bersinggungan dengan sektor properti komersial, meskipun peraturan tersebut menyasar pada aspek kepentingan umum.
“Bagi sektor properti, soal kesiapan pemerintah daerah dalam menyiapkan tata ruang mesti konsisten,” ucap Ali.
Dikatakan, tata ruang di berbagai daerah masih berantakan, sehingga ada peluang sebuah kawasan properti komersial bisa jadi korban penggusuran pembangunan infrastruktur umum, seperti jalan, kereta api, pelabuhan dan lain-lainnya.
“Bisa saja kan kemungkinannya seperti itu. Tata ruang Jakarta relatif bagus. Kalau di luar Jakarta belum jelas, bisa seperti itu. Pasti, ada saja permasalahan di lapangan,” jelasnya.
Kalau sudah seperti itu, menurut Ali, lagi-lagi konsumen yang membeli rumah menjadi pihak yang dirugikan, meskipun pada akhirnya pemerintah memberikan ganti rugi.
Ali mengatakan, wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi masih rawan penggusuran terkait perubahan tata ruang. Konsumen dan pengembang harus jeli, meskipun masalah ini sangat tergantung pada kepastian tata ruang yang dibuat Pemda.
Misalnya, seorang konsumen yang membeli rumah dari pengembang sudah mengantongi izin dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), tetapi ketika harus mengikuti aturan tata ruang di daearah itu, Pemda bisa tidak tegas.