Keseriusan Pemerintah Diragukan

sumber berita , 31-05-2012

Program gerakan nasional penghematan energi harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh khususnya oleh instansi pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Program itu jangan hanya sebatas wacana atau jargon tanpa tindakan konkret serta pengawasan sungguh-sungguh.

Lima kebijakan penghematan yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu perlu diiringi dengan penerapan mekanisme reward and punishment.

Peringatan itu disampaikan pengamat energi Pri Agung Rakhmanto dan anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani secara terpisah di Jakarta, Rabu (30/5).

"Kebijakan penghematan jangan berhenti di wacana. Laksanakan dengan sungguh-sungguh," kata Pri Agung.

Dia juga meragukan pemerintah bersungguh-sungguh menjalankan program penghematan BBM dan listrik dengan mengukur efektivitasnya dan mengevaluasinya. "Pengalaman sebelumnya, program-program serupa jalan di tempat," ujarnya.

Ia mencontohkan, penggunaan teknologi pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi kendaraan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sudah berulang kali diwacanakan. Namun, hingga saat ini belum terealisasi juga.

Bahkan, keraguan terhadap implementasi pengendalian konsumsi BBM melalui penggunaan teknologi itu terlihat jelas dengan tidak adanya alokasi anggaran terhadap program tersebut. "Anggarannya pun tidak ada dalam APBNP (anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan) tahun ini. Tahun depan, juga belum jelas," tutur dia.

Ia menambahkan, pemerintah sudah berulang kali memprogramkan penghematan energi dan air melalui Inpres Nomor 10 Tahun 2005, Inpres Nomor 2 Tahun 2008, dan Inpres tertanggal Agustus 2011. "Namun, hingga kini hasilnya belum terlihat," katanya.

Dewi Aryani menilai program kebijakan hemat energi "ala" SBY itu tidak serius karena tidak mencerminkan kebijakan komprehensif di sektor energi. "Kalau pidato hanya berupa pengumuman ajakan hemat, kenapa harus Presiden? Terlalu teknis dan tidak menyeluruh," ujarnya.

Sebagai Ketua Umum Dewan Energi Nasional (DEN), menurut dia, Presiden SBY seharusnya berfokus pada pembenahan kebijakan energi nasional. Apalagi harus diingat bahwa sektor energi tidak melulu soal BBM, tapi menyeluruh dari berbagai sumber energi itu sendiri. Untuk itu, berbagai determinan penting harus masuk dalam fokus pembahasan. Misalnya, sektor transportasi, industri, sosial-politik (lifestyle), lingkungan hidup dan lainnya.

Oleh karena itu, menurut dia, seharusnya pemerintah segera mengkaji penting dan urgensi sektor energi sebagai garda depan berbagai kebijakan pembangunan. Tentunya agar berkelanjutan, konstitusional, dan benar-benar membawa kesejahteraan untuk rakyat.

"Saat ini dalam dokumen negara, Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) menyebutkan sektor energi menjadi fokus nomor delapan. Ini artinya energi belum dianggap sebagai driven force. Jelas, ini amat disayangkan," ujar kandidat doktor kebijakan energi Universitas Indonesia itu.

Dewi juga meminta pemerintah berhenti untuk berwacana dan tidak hanya mengurusi soal pencitraan. Pemerintah, kata dia, harus segera melakukan revolusi kebijakan sektor energi. Sebab, program penghematan penggunaan BBM hanya menjadi salah satu parsial sektor energi yang bersifat jangka pendek. "Negara tentunya harus mempunyai fokus pemikiran dalam jangka pendek, menengah, dan panjang," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Selasa (29/5) malam menyampaikan pidato yang berisi gerakan nasional penghematan BBM dan listrik. Terdapat lima kebijakan yang disampaikan Presiden, antara lain pengendalian sistem distribusi di setiap SPBU dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang sudah ada.

Nantinya, setiap kendaraan akan didata secara elektronik, baik kepemilikan maupun fisiknya. Setiap kali kendaraan mengisi BBM di SPBU, jumlah yang dibeli akan tercatat secara otomatis dan diketahui jumlah pembelian setiap harinya.

Di samping itu, untuk mencegah terjadinya kelangkaan BBM, Pertamina akan tetap menjaga pasokan sesuai dengan kuota daerah, tetapi sekaligus menyediakan BBM nonsubsidi secara tak terbatas.

Kebijakan lainnya, yaitu pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan pemerintah pusat dan daerah, serta BUMN dan BUMD, kemudian pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan juga dengan sistem stiker.

Di sisi lain, terkait kekurangan pasokan BBM di wilayah Kalimantan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengklaim, permasalahan kekurangan BBM yang menyebabkan antrean panjang kendaraan di Kalimantan sudah selesai.

"Setelah pertemuan (dengan gubernur se-Kalimantan), sudah dicapai titik temu dan permasalahan sudah selesai," katanya.

Hadir dalam pertemuan itu Gubernur Kalimantan Selatan Rudi Arifin, Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Achmad Diran, serta Kepala Bappeda Kalimantan Timur Rusmadi. Pertemuan itu juga dihadiri Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan, Kepala BPH Migas Andy N Sommeng, dan Ketua Hiswana Migas Eri Purnomohadi.

Permasalahan BBM sempat menimbulkan ancaman pemblokadean pengiriman batu bara dari Kalimantan. Jero mengatakan, berdasarkan pertemuan itu dicapai dua kesepakatan. Pertama, Kalimantan memperoleh tambahan pasokan premium bersubsidi. "Sejak kemarin sudah dikirim tambahannya (BBM bersubsidi) ke Kalimantan," ujarnya.

Tambahan premium berasal dari 2,5 juta kiloliter bagian 40 juta kiloliter kuota APBN Perubahan 2012. Di luar itu, Kalimantan juga bisa mendapat tambahan lain yang akan diatur oleh BPH Migas. "Sementara, untuk kuota di luar 40 juta kiloliter, mesti ke DPR. Para gubernur sudah mengerti soal ini," ujarnya.

Solusi kedua, menurut dia, dengan menambah BBM nonsubsidi, khususnya solar. "Berapa pun kebutuhannya akan dipasok," ucapnya.

Jero juga mengatakan, penyebab antrean pembelian BBM di SPBU selama dua bulan terakhir di Kalimantan dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding perkiraan.

"Ekonomi di Kalimantan tumbuh delapan persen, penjualan kendaraan bahkan meningkat 30 persen. Ini indikator pertumbuhan ekonomi," tuturnya.

Terkait hal itu, Gubernur Kalsel Rudi Ariffin mengatakan, pihaknya bersyukur memperoleh tambahan BBM baik subsidi maupun nonsubsidi. "Kami minta warga untuk menciptakan suasana kondusif," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Dirut Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, pihaknya siap menambah BBM subsidi dan nonsubsidi tak terbatas. Pertamina juga akan membangun banyak SPBU nonsubsidi dan menjadikan agen premium minyak solar (APMS) jadi SPBU mini.

"Kami undang pengusaha Kalimantan untuk bangun SPBU baru," ujar Karen.

Sedangkan anggota Komite BPH Migas, Ibrahim Hasyim, mengatakan, Kalimantan akan memperoleh tambahan premium bersubsidi sebanyak 6,7 persen dari kuota 2012 sekitar 3 juta kiloliter atau 200.000 kiloliter. Perhitungan itu berasal dari persentase tambahan secara nasional yakni 2,5 juta kiloliter dibanding kuota 37,5 juta kiloliter atau 6,7 persen. "Tambahan kuota BBM per daerah dilakukan secara rata yakni 6,7 persen," ujarnya.

Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah menargetkan produksi mobil murah dan ramah lingkungan atau low cost and green car (LCGC) dapat dilakukan sekitar satu hingga dua tahun ke depan. "Saya rasa satu sampai dua tahun lagi mobil LCGC sudah siap dibuat dan dipasarkan di Indonesia," kata dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin, Budi Darmadi, mengatakan, pemerintah akan mempercepat regulasi bagi mobil LCGC.

Diposting 31-05-2012.

Dia dalam berita ini...

Dewi Aryani Hilman

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Tengah IX
Partai: PDIP