DPRD Sumut meminta pernyataan mantan Wadir Reserse Narkoba AKBP Apriyanto Basuki Rahmat tentang adanya praktik tukar menukar hasil tes urine di Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri Cabang Medan ditindaklanjuti.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara Taufik Hidayat, menyebutkan, fakta persidangan mantan AKBP Apriyanto ini seolah menjadi pembenaran atas sinyalemen masyarakat terkait adanya permasalahan dalam penyidikan di kepolisian. “Kami sangat mengapresiasi pemberantasan narkoba yang dilakukan Polda Sumut. Tapi maunya, aksi itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan menyeluruh,” katanya pada wartawan, Rabu (30/5).
Menyeluruh itu maksud dia, dalam konteks pemberantasan narkoba yang profesional. “Kami nilai, Mabes Polri dan Polda Sumut harus meluruskan ini ke masyarakat. Harus ada tindakan dari keterangan mantan wadir ini,” beber politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. Sebagaimana diberitakan, dalam sidang kasus narkoba yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (29/5), terdakwa AKBP Apriyanto mengungkapkan, oknum petugas Labfor Mabes Polri Cabang Medan sering memanipulasi hasil tes urine. “Demi Allah, saya tahu benar bagaimana kerja di Labfor Polda Sumut itu. Tes urine yang negatif bisa jadi positif. Demi Allah saya tidak memakai obat (pil Happy Five) itu. Mereka sering menukar tes urine,” bebernya.
Dia menduga tes urinenya ditukar dengan tes urine Jhonson Jingga (terdakwa lain dengan perkara yang sama). Sebab, tes urine dia tidak diberi nama dan terkesan disembunyikan. Dia sempat melakukan tes urine di tempat lain dan hasilnya negatif. “Tes urine saya kemungkinan ditukar dengan punya Jhonson. Makanya, dia negatif dan saya positif. Mereka tidak menujukkan kepada saya tes urine tersebut,” tukasnya. Sebelumnya, Apriyanto juga membeberkan perilaku menyimpang yang kerap dilakukan oknum personel Direktorat Reserse Narkoba, yakni menukar barang bukti sabu-sabu yang akan dimusnahkan dengan tawas.
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar (Kombes) Pol Raden Heru Prakoso membantah pernyataan Apriyanto. “Tidak benar apa yang disampaikan mantan Wadir Narkoba itu. Bisa dicek langsung kepada Kalabfor,” tulisnya dalam pesan singkat (SMS) kepada SINDO, tadi malam. Kepala Laboratorium Forensik (Kalabfor) Mabes Polri Cabang Medan Kombes Pol Chomsi Syafrian mengatakan, tak mempersoalkan pernyataan mantan Wadir Reserse Narkoba Polda Sumut itu dalam memberikan. Sebab, yang menilai benar atau tidaknya keterangan di persidangan adalah hakim.
“Kita ikuti saja bagaimana hasil sidangnya,” katanya. Dia memaparkan, sebanyak 36 petugas Labfor Mabes Polri Cabang Medan harus memiliki kualifikasi pemeriksaan forensik yang baik. Untuk dapat memeriksa di labfor harus ada permintaan dari penyidik. Selain itu, persyaratan administrasinya juga harus lengkap dan benar. “Semua pemeriksaan harus diproses. Dan biasanya, Labfor Cabang Medan memeriksa sekitar 6.000 hingga 7.000 kasus per tahun,” ucapnya. Mengenai bisa tidaknya hasil tes laboratorium berubah, Syafrian menjelaskan, jika barang yang masuk ke tubuh, terutama dimakan, pasti akan terjadi proses metabolisme sehingga hasil pemeriksaan hari ini bisa saja berbeda dengan minggu depan atau bulan depan.
“Jadi jika hari ini di periksa positif, minggu depan bisa saja negatif,” tandasnya. Sementara itu, Ketua Gerakan Anti Narkorba (GAN) Sumut Zulkarnain menilai tudingan yang disampaikan AKBP Apriyanto dalam persidangan tidak masuk akal. “Tidak mungkin itu dilakukan petugas labfor. Mana berani orang menukar tes urine seseorang. Kami belum pernah mendapat laporan seperti itu dari masyarakat lain,” ucapnya.
Dia beranggapan apa yang disampaikan Apriyanto hanya ungkapan untuk membela diri karena merasa sudah bersalah. Ungkapan tersebut disampaikan dengan harapan bisa bebas. “Itu ungkapan untuk membela diri saja. Sebab, apa yang ditudingkan itu cukup sulit dilakukan,” katanya. Sebenarnya tes urine bukanlah sesuatu yang harus dipersoalkan. Sebab, itu bukan alat bukti tapi petunjuk atau membantu alat bukti. Walaupun hasil tes urine positif, tapi tidak ada ditemukan barang bukti narkotika, sama juga tidak bisa diproses hukum karena, alat bukti tidak cukup.
“Tes urin itu hanya penujuk, membantu alat bukti. Jadi, tidak perlu dipersoalkan,” tandasnya.