Halangi Tugas Wartawan, Polisi Dipropamkan

Pagi ini, Rabu (6/6/2012), puluhan wartawan dari berbagai media di Kota Medan akan melakukan unjuk rasa ke Mapolda Sumut. Mereka akan berkumpul di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan di Jalan Hindu.

Aksi tersebut terkait sikap kurang terpuji yang ditunjukkan salah seorang polisi usai persidangan perkara narkoba dengan terdakwa mantan Wadir Narkoba Polda Sumut, AKBP Apriyanto Basyuki yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (5/6/2012) kemarin.

Selain berupaya menghalangi tugas peliputan wartawan, Aiptu KL dari Direktorat Reserse Narkoba Poldasu bertindak arogan dengan mengancam dan mengajak belasan wartawan berkelahi. Tak gentar dengan sikap arogan yang ditunjukkan polisi berpakaian sipil tersebut, belasan wartawan kembali berupaya mewawancarai Kompol Debora Hutagaol dari Laboraturium Forensik Medan yang hadir sebagai saksi ahli.

"Tidak dengar kalian orang mau pulang. Jangan suka hati kalian saja meliput. Tidak ada kuanggar-anggarkan pistol ya, tidak pakai pistol pun nggak takut aku," ujar Aiptu KL sambil menepis kamera milik Yudi dari Berita Satu TV.

Aiptu KL juga mengancam para wartawan lain yang mengambil gambar dirinya saat sedang marah-marah. "Jangan kau ambil gambarku. Awas kau ya, mentang-mentang wartawan kau pikir aku takut," ujarnya lagi.

Saat pergi menggunakan mobil Feroza BK 1468 EO, pelaku hampir menabrak Safrin, wartawan dari MNC TV. Tak senang dengan perlakuan pelaku yang dinilai melanggar UU Pers dan melakukan pengancaman, puluhan wartawan pun mendatangi kantor LBH Medan untuk meminta bantuan hukum.

Wakil Direktur LBH Medan, Muslim Muis, menyayangkan sikap arogan yang ditunjukkan pelaku. Muslim mengaku siap mendampingi wartawan untuk membuat laporan ke Polresta Medan. "Ada tiga hal yang akan kami bawa dan menjadi dasar laporan kami, yaitu adanya percobaan pembunuhan, pengancaman, dan menghalangi tugas jurnalis. Ini merupakan tindak pidana dan harus diselesaikan lewat jalur hukum," ujar Muslim.

Anggota DPRD Sumut, Brilian Muktar, menyayangkan sikap polisi yang coba menghalang-halangi tugas peliputan wartawan. Hal ini semakin memunculkan polemik soal keterbukaan informasi publik terkait keseriusan Polda Sumut memberantas peredaran narkoba di Sumut.

"Kalau kami mau serius untuk mengungkap peredaran narkoba, jangan menutup-nutupi informasi kepada publik. Apalagi wartawan bekerja di bawah Undang-undang. Jadi, kalau ada yang menghalangi tugas peliputan wartawan, itu sama saja melanggar Undang-undang dan harus ditindak," kata Brilian.

Brilian mengatakan, sangat disayangkan kalau pihak kepolisian atau penegak hukum malah tidak menghormati UU No 40 Tahun 1999 tentang pers. "Menabrak dan mau pukul ini tidak boleh terjadi kepada insan pers. Karena Indonesia menganut kebebasan pers yang bertanggung jawab," ujarnya.

Untuk diketahui, persoalan dimulai dari keingintahuan para awak media terkait keterangan saksi ahli pada persidangan tersebut. Dalam persidangan itu, saksi ahli mengaku kalau sample urine yang diperiksanya tidak ada tulisan nama AKBP Apriyanto. Hal tersebut membuat tim penasehat hukum terdakwa Apriyanto meragukan keabsahannya. Keinginan untuk menggali lebih dalam keterangan saksi ahli inilah yang berujung pada aksi arogan pelaku.

Seperti diberitakan sebelumnya, terdakwa Apriyanto pada persidangan sebelumnya sempat membeberkan jika pihak Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Sumut sering menukar hasil tes urine, termasuk tes urinenya sendiri. "Saya tahu Pak Hakim, Lab Forensik Medan sering menukar hasil tes urine, negatif bisa jadi positif. Termasuk tes urine saya juga ditukar," ucap Apriyanto.

Terdakwa yakin jika tes urinenya ditukar dari negatif menjadi positif. Sebab, sejak pengambilan sampel urine sudah ada kecurigaan kecurangan terhadap hasil tes. Salah satunya, ketika petugas Labfor menunjukkan urinenya yang diletakkan di wadah tidak bernama dan seperti disembunyikan. Bahkan, terdakwa sangat yakin jika hasil tes urinenya sengaja ditukar dengan hasil tes urine terdakwa Johnson Jingga yang diduga penyedia psikotropika golongan 3 jenis pil Happy Five (H5)).

"Demi Allah, saya tidak ada memakan pil itu. Sekarang pun saya siap untuk dites urine lagi," kata terdakwa yang mengaku sudah melakukan tes lagi sebagai pembanding dengan hasil tes urine dari Labfor Polda Sumut, dan hasilnya negatif.

Sesuai dakwaan, terdakwa Johnson Jingga selaku penyedia pil H5 turut memakan pil itu, begitu juga dengan terdakwa Sri Agustina diduga memakan enam butir pil tersebut pada Sabtu (11/2/2012) malam di tempat hiburan musik D'Core Jalan Merak Jingga. Sedangkan terdakwa Ade Hendrawan, baik saksi maupun fakta lain dipersidangan, tidak ada yang menyebutkan ada atau tidak memakan pil, dia hanya disuruh mengantarkan kepada Apriyanto atas suruhan Johnson Jingga.

Diposting 06-06-2012.

Dia dalam berita ini...

Brilian Moktar

Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2014 Sumatera Utara 1
Partai: PDIP