Akibat bermasalahnya tender label minuman beralkohol (mikol), Provinsi Bali kehilangan pendapatan yang cukup fantastis. Tak tanggung-tanggung, kisruh tender label mikol yang memakan waktu hingga lima bulan, membuat pendapatan Bali menguap sebesar Rp10 miliar.
Kisruh tersebut terjadi manakala tender label mikol yang diprakarsai oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Bali, dan sudah mendapatkan pemenang yaitu, PT Aria Multi Graphia (AMG). Dengan alasan tak jelas, Dispenda Bali kemudian membatalkan SK pemenang dan melakukan tender ulang yang dimenangkan oleh PT Percetakan Bali. Kontan saja, PT AMG melakukan perlawanan dan menyampaikan keluhannya kepada DPRD Bali. DPRD Bali sendiri, dimotori Komisi I dan II, menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil Kepala Dispenda Bali, Gusti Made Supartha, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Bali, Gede Darmaja, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bali, Jayadi Jaya, serta perwakilan dari PT AMG.
Dalam pertemuan tersebut, Kadisperidag Bali, Gede Darmaja, mengatakan, akibat persediaan label minuman alkohol habis, mengakibatkan pendapatan daerah hilang hingga mencapai Rp10 miliar. ”Label mikol tersebut sudah habis sejak April hingga Agustus 2010, karena pihak Dispenda Bali belum mencetak,” katanya di Denpasar, belum lama ini. Ia mengatakan, pendapatan dari biaya cetak label mikol tersebut rata-rata per bulannya mencapai Rp2 miliar. ”Pengganti biaya cetak label masing-masing golongan mikol tersebut berbeda-beda, sesuai dengan golongan kadar alkohol, yaitu jenis golongan A atau kadar alkohol O sampai 5 persen sebesar Rp500, golongan B (5-20 persen) Rp1.000 dan golongan C Rp1.500,” kata Darmaja.
Darmaja menjelaskan, kewajiban para distributor minuman alkohol untuk menggunakan label adalah mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol. Akibat belum tercetaknya label mikol itu, kata Darmaja, sementara waktu para distributor bebas melakukan distribusi minuman tersebut. ”Kami bebaskan penggunaan label mikol dalam pendistribusian barangnya di Bali,” katanya. Dikatakan, dari ketiga label mikol yang tercetak paling banyak digunakan adalah pada label golongan A. ”Label yang paling banyak digunakan adalah golongan A, seperti minuman bir,” ucap Darmaja.
Walau tidak menggunakan label mikol, kata dia, tim monitoring Disperindag Bali tetap melakukan pengawasan ke distributor. Anggota Komisi II DPRD Bali I Nengah Tamba mensinyalir di lapangan bahwa label tersebut telah digandakan atau ada pemalsuan. Hal itu terbukti Dispenda mengakui sejak lima bulan lalu sudah kehabisan stok lebel mikol. ”Saya duga lebel tertempel di minuman alkohol beredar di Bali itu ilegal, sebab Dispenda maupun Disperindag mengatakan stok lebel tersebut belum tercetak atau habis,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, kemungkinan besar ada lebel mikol asli tapi palsu yang digunakan oleh para distributor. ”Kalau sudah seperti ini, bagaimana upaya pengawasaan peredaran minuman beralkhol di Pulau Dewata?” katanya. Darmaja menjawab pertanyaan dewan seperti itu mengatakan, melalui tim Disperindag tetap melakukan pengawasan ke para distributor. ”Kami tetap melakukan inspeksi mendadak ke para distributor minuman beralkohol tersebut guna menekan ada penyalahgunaan peredaran minuman itu,” katanya.
Sementara itu, Kadispenda Bali, Gusti Made Supartha, akhirnya menjelaskan mengapa pihaknya melakukan tender ulang pengadaan label mikol. Di hadapan gabungan Komisi DPRD Bali, ia menyatakan adanya kebocoran sistem tender. Namun pihak Dewan tidak menerima alasan pihak Dispenda. Kadispenda dibuat tak berkutik oleh para anggota DPRD Bali, terkait tender ulang pengadaan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dan label edar minuman beralkohol (mikol). Keputusannya untuk melakukan tender ulang, padahal sudah ditetapkan pemenang, dinilai mengada-ada dan karena ditekan pihak tertentu.
”Kalau melihat penjelasan dan dokumen yang saya peroleh, runtutannya sudah benar. Kenapa harus ditender ulang. Ini tampaknya ada perintah, entah siapa itu, agar menggagalkan tender sebelumnya,” kata Ketua Komisi I DPRD Bali, Made Arjaya, dalam pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi II Tuti Kusuma Wardani tersebut.
Pertemuan yang juga dihadiri Direktur PT Aria Multi Graphia (AMG), Feby Fauzan serta perwakilan PT AMG Bali, Victor Tanujaya tersebut, nyaris semua anggota dewan menyudutkan Kadispenda, karena melakukan tender ulang. Untuk barang yang sama sudah ditenderkan dan pemenangnya adalah PT AMG. Kadispenda dalam penjelasannya mengatakan, alasan diulangnya tender karena terjadi kebocoran sistem. Itu berdasarkan sanggahan banding dari PT Percetakan Bali. Namun penjelasan Kadispenda ini langsung kembali ditanggapi Arjaya. Kata dia, alasan itu mengada-ada. ”Ini kan kayaknya ada perintah,” ujarnya.
Anggota dewan yang baru terpilih sebagai Ketua Badan Legislasi (Baleg), Made Sudan, mempertanyakan, kalau memang terjadi kebocoran, siapa yang membocorkan. ”Kebocoran itu dari sistem Bapak sendiri,” ujarnya. Anggota Dewan I Gusti Putu Widjera juga mensinyalir, tender ulang karena ada permintaan. ”Kalau dari proses saya kira sudah benar. Sudah ada surat keputusan pemenang. Surat perintah kerja juga sudah diserahkan dan sudah ada nomornya,” jelasnya. Anggota Komisi I DPRD Bali, Ngakan Made Samudra dan Cokorda Budi Suryawan juga berpendapat senada. ”Kebocoran sistem ini siapa yang bertanggung jawab?” tanya Samudra. ”Kenapa Percetakan Bali tahu ada kebocoran?” sambung Cokorda Budi Suryawan.
Arjaya kembali angkat bicara lagi. ”Jangan lagi berbelit-belit. Kita ini sudah rugi. Kalau nanti ke proses hukum, tambah rugi lagi. Lima bulan ini tak ada label kita sudah rugi Rp 10 milyar. Kalau harus proses hukum lagi akan panjang lagi dan kerugian lagi yang kita peroleh,” ujarnya. Arjaya mengusulkan agar ada win win solution . Usulan Arjaya ini diterjemahkan oleh Sudana. Bagaimana kalau hal itu didamaikan. ”Bisa nggak digarap berdua (PT AMG dan PT Percetakan Bali). Supaya semua damai dan sejahtera,” ujar Sudana.