Peraturan Menteri ESDM Nomor 11/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral, sangat ideal dan bagus. Namun pemerintah juga harus memperhatikan dampaknya terhadap buruh.
Pernyataan itu dikemukakan Wakil Ketua Komisi IX Soepriyatno dalam diskusi bertajuk 'Mewujudkan Hilirisasi Industri Tambang Tanpa Mengorbankan Kepentingan Rakyat' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7).
Pembicara lain dalam diskusi tersebut di antaranya Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini Suharsyah, mantan Menteri Lingkungan Hidup Sonny Keraf, pengamat pertambangan Pri Agung Rakhmanto, dan Ketua Asosiasi Nikel Indonesia Shelby Ihsan Saleh. "Tujuannya bagus tapi timing-nya tidak tepat," kata Soepriyatno.
Menurut politisi Gerindra ini, hilirisasi bahan tambang sebenarnya bagus untuk nilai tambah sehingga memiliki efek ganda. "Saya setuju, misalnya nikel dari bahan tambang hingga menjadi logam nilai tambahnya 19 kali. Setelah diolah di negara lain kemudian dijual kembali ke Indonesia dalam bentuk barang jadi dan harganya mahal," ujar Soepriyatno.
Kasus pertambangan ini, kata Soepriyatno, sejatinya adalah urusan Komisi VII. Namuna, Komisi IX kena dampaknya. "Data sementara Komisi IX sekitar 43 perusahaan tambang sudah melakukan PHK. Total pekerja yang sudah di-PHK mencapai 27 ribu orang," ujar Soepriyatno.