Anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta mengatakan, sejak tahun 2011 telah mengingatkan pada pemerintah perlunya membuat antisipasi atas dampak krisis global dunia, yang dikawatirkan akan berlangsung lama dan bisa berdampak serius bagi perekonomian Indonesia. Dia pun memberikan sejumlah masukan pada pemerintah terkait hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperkuat ekonomi dalam negeri, agar tahan dari dampak krisis global.
Hal ini disampaikan Arif Budimanta menanggapi pernyataan Wakil Presiden Boediono, yang mulai khawatir krisis ekonomi yang saat ini terjadi di belahan dunia kemungkinan bisa lebih panjang dibanding dengan kejadian serupa di tahun 2008. Sehingga semua pihak di Indonesia perlu menjaga stamina dan tidak mubazir dalam membuat kebijakan.
"Saya sudah mengingatkan pada Pemerintah pada 2011 lalu. Misalnya, agar dalam APBN 2012, pemerintah, Menkeu Keuangan membuat APBN dengan model dua skenario," ujar Arif Budimanta di Gedung DPR, Kamis (5/7).
Arif mengatakan, model pertama adalah skenario APBN optimis. Model kedua, APBN dengan skenario flat. "Flat dalam artian, itu skenario yang dipengaruhi oleh persoalan krisis global. Tetapi ya yang terjadi yang dibuat adalah APBN yang disusun optimis. Sekarang kelabakan, manakala melihat harga minyak dunia jatuh, kemudian APBN dilakukan proses perubahan," ujar Arif.
Menurut Arif, jajaran Kementerian Keuangan tidak bekerja secara ektraordinary dalam krisis ini dan menganggap krisis ini sebuah hal yang biasa-biasa saja karena melihat keberhasilan dalam melalui krisis ekonomi pada 2008. Padahal, sekarang situasinya berbeda."Kalau dulu hanya murni ekonomi. Tetapi krisis ekonomi global yang terjadi saat ini sudah multi dimensi karena juga disebabkan oleh faktor lainnya seperti politik dan geopolitik, selain masalah ekonomi juga," ujarnya.
Lantas, apa yang harus dilakukan? Menurut Arif, pemerintah harus mengurangi impor. Kemudian mengurangi belanja yang tidak perlu, terutama belanja yang selama ini lebih banyak dihabiskan oleh PNS. "Belanja barangnya mesti dikurangi, supaya dialokasikan sebagai stimulus fiskal untuk produktivitas masyarakat," ujarnya.
Arif mengatakan, keberhasilan RI melewati krisis ekonomi pada 2008 juga didukung penjualan komoditi, yang harganya sedang bagus. Seperti harga penjualan batu bara, karet, dan sawit yang bagus. "Nah, produk andalan ekspor RI itu kan saat ini harganya juga sedang bagus, karena daya beli melemah di pasar dunia."
Menurutnya, sektor yang mesti diperkuat saat ini adalah memperkuat kekuatan dalam negeri, dengan lebih besar untuk distribusi anggaran di sektor infrastruktur secara keseluruhan. Terutama dalam sektor pertanian karena mereka yang paling rentan. "Saat industri perkotaan misalnya pada tutup, maka akan terjadi emigrasi, perpindahan penduduk dari kota ke desa kembali. Nah, ketika sampai desa mereka tidak dapat pekerjaan, karena tidak ada sawah. Jadi prosesnya adalah industrialisasi pedesaan dengan memperkuat infrastruktur di pedesaan. Termasuk memberi akses modal kepada masyarakat di desa supaya bergerak terus dan pemerintah menjamin pasarnya melalui proses domestikasi konsumsi," tegasnya.
Wapres Boediono saat bersilaturahim dengan Forkorpimda, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda se- Provinsi Kalbar, dan perwira TNI/Polri di Pontianak, pada Rabu (4/7) mengatakan bahwa kondisi ekonomi yang ada di dalam negeri memang tidak bisa lepas dari situasi di luar sehingga perlu mengambil keputusan konkret baik di pemerintahan pusat maupun daerah.
Menurut Wapres, krisis tahun 2008 memang terjadi di sejumlah negara, tetapi situasi tersebut segera bisa diselesaikan dengan cepat sehingga tidak sempat menjalar ke sejumlah negara lain, termasuk Indonesia. Tetapi, krisis tahun ini berbeda. Selain disebabkan situasi ekonomi dan keuangan, krisis politik ikut memperburuk situasi dunia saat ini. Seperti yang terjadi di Suriah dan Mesir saat ini terjadi situasi politik yang tidak baik, bahkan Suriah saat ini sudah mengarah suatu perang antarsaudara. Boediono menilai Indonesia hingga saat ini masih aman, tetapi harus tetap waspada mengingat dampak dari krisis dunia sudah sedikit dialami seperti penurunan ekspor, seperti pertambangan, hasil pertanian, dan bahkan bidang produksi.