Pemerintah berencana merevisi Peraturan Presiden No. 86 tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS). Revisi ini sebagai upaya percepatan realisasi megaproyek Jembatan Selat Sunda sepanjang 30 kilometer.
Pemerintah berharap dapat mengambil alih pembiayaan proyek ini dari mulai studi kelayakan hingga pelaksanaan pembangunan. Pemerintah akan memasukkan biaya tersebut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Semula biaya studi kelayakan sebesar Rp 1 triliun sedianya ditanggung konsultan, yakni PT Graha Banten Lampung Sejahtera.
Anggota Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia mengatakan, komisi V akan mencermati dan terus mengikuti perubahan arah pemerintah dalam merealisasikan rencana proyek infrastruktur yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera itu. Perubahan kebijakan ini patut dicermati karena di Komisi V disepakati bahwa proyek Jembatan Selat Sunda tidak boleh menyentuh APBN karena bakal mengganggu pembangunan infrastruktur yang lain.
"Nah, kita akan mendalami adanya kebijakan dadakan ini terhadap rencana perbaikan Perpres Proyek Selat Sunda. Kita ingin melihat dulu," ujar Yudi Widiana di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (5/7).
Menurut Yudi, upaya revisi Perpres ini mencerminkan bahwa pemerintah tidak kompak. Dalam rapat kerja di Komisi V, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menegaskan bahwa proyek Selat Sunda tidak akan dibiayai APBN. Pemerintah akan menggandeng pihak swasta. Ternyata belakangan Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan hal berbeda. Menkeu berpendapat bahwa proyek ini mesti dibiayai APBN.
"Sepertinya Menkeu dengan Menteri PU belum satu suara. Karenanya, kami dari Komisi V akan melakukan pengkajian terkait dengan rencana pemerintah mengambil alih penyelenggaraan proyek Selat sunda tersebut," ujarnya.