Wakil Ketua DPR RI M Anis Matta tidak mempermasalahkan pembiayaan proyek Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) akan menggunakan APBN atau menggandeng pihak swasta.
"Yang terpenting itu proyek mesti segera jalan dan dikerjakan karena sudah dinanti masyarakat," ujar Anis Matta kepada Jurnalparlemen.com, Jumat (6/7).
Hal ini disampaikan Anis Matta menanggapi rencana pemerintah untuk segera merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Aturan yang direvisi menyangkut penyiapan studi kelayakan oleh pemrakarsa megaproyek Jembatan Selat Sunda.
Terkait rencana revisi Perpres tersebut, Anis Matta mengatakan perlunya pemerintah duduk kembali bersama seluruh pemangku kepentingan. Sehingga arah perencanaan proyek Selat Sunda ini matang dan segera terlaksana. "Dalam hal ini lebih bagus pemerintah membicarakan masalah ini secara mendalam dengan pihak-pihak terkait atau stakeholder yang selama ini telah terlibat dalam proyek tersebut," kata sekjen DPP PKS ini.
Anis mengatakan, pembangunan Selat Sunda sudah lama direncanakan dan hingga kini belum jalan. "Jadi, apa pun mekanisme pembiayaannya yang disepakati terhadap proyek ini, yang kita inginkan, yang penting proyek ini jadi. Karena ini akan mengakselerasi proses strategi untuk peningkatan domestik connectivity kan," ujarnya.
Terhadap kekhawatiran pemerintah jika proyek ini dibiayai pihak swasta dapat membawa konsekuensi memberatkan negara dan masyarakat, Anis menyarankan dalam revisi perpres itu perlu ditegaskan agar dampak seperti ini dapat diminimalkan.
"Pihak swasta kalau turut berpartisipasi mengharap keuntungan nantinya, itu pasti. Makanya harus dari awal pemerintah memperhitungkan. Kalaupun melibatkan pihak swasta dalam pembangunan dan pembiayaan Selat Sunda itu, harus ditekan sekecil mungkin dampak yang dapat memberatkan masyarakat."
Sebelumnya, Menkeu Agus Martowardojo mengatakan bahwa tujuan dilakukannya revisi perpres pembangunan Selat Sunda itu memang akan berdampak terhadap keuangan negara. Sebab, apabila studi yang dibuat swasta tapi tak digunakan, pemerintah harus membayar ganti rugi. "Kalau yang harus dibayar jumlahnya besar dan tak dapat dielakkan, bagaimana? Sementara kami harus menjaga keuangan negara," ujarnya.
Selain soal studi kelayakan, menurut Agus, pasal menyangkut pemberian dukungan dan jaminan oleh pemerintah dinilai bertentangan dengan peraturan lain, seperti Perpres 67 Tahun 2005 dan Perpres 78 Tahun 2010. Agus menyatakan apresiasinya kepada pemrakarsa proyek, PT Graha Banten Lampung Sejahtera, yang telah membuat pra-studi kelayakan. Namun, dia mengingatkan, pembuatan studi kelayakan merupakan wewenang pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum.
Graha Banten Lampung Sejahtera adalah perusahaan konsorsium yang terdiri atas Grup Artha Graha milik Tommy Winata, Pemerintah Provinsi Banten, dan Pemerintah Provinsi Lampung. Perusahaan ini menjadi pemrakarsa proyek Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) senilai Rp 150 triliun.