Ketua Komisi III DPR, Gde Pasek Suardika, mengatakan, perlu atau tidaknya keberadaan hakim ad hoc harus dikaji lagi secara komprehensif. Sebab, kata politisi Partai Demokrat itu, kebutuhan instrumen pemberantasan korupsi di negeri ini juga perlu diperkuat.
"Namun pola ad hoc di daerah memang banyak mengecewakan sehingga perlu dievaluasi," kata Pasek, menjawab Pontianak Post (JPNN Group), Rabu (22/8).
Gde Pasek juga menyatakan, usulan kalau sekolah khusus hakim setara S1 diaktifkan kembali karena diyakini menghasilkan hakim yang berkualitas, sebenarnya ide yang baik. Namun, menurut dia, ide-ide tersebut harus dikaji lebih lanjut lagi. "Semua ide baik tapi perlu dikaji lebih mendalam lagi," ujarnya menegaskan.
Pasek menegaskan, memberantas korupsi bukanlah perkara mudah. Menurutnya, bila satu titik saja lemah, akan bisa meruntuhkan kepercayaan dan semangat pemberantasan korupsi. "Hanya karena rekrutmen hakim yang tidak baik akhirnya berdampak pada terganggunya semangat pemberantasan korupsi di daerah-daerah," ungkap Pasek.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan dua hakim pengadilan tipikor KM dan HK yang diduga sedang melakukan transaksi suap bersama seorang pihak swasta, inisial SD. Ketiganya ditangkap di halaman depan parkiran Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/8).
Wali Kota Pontianak Sutarmidji, mengatakan, sebenarnya kurang sependapat ada hakim ad hoc apalagi untuk masalah tipikor. "Hakim itu harus karir," tegasnya, Senin (20/8).
Karenanya, Midji mengatakan, harusnya pemerintah menghidupkan kembali sekolah hakim dan jaksa. Menurutnya, masalah ini juga harus menjadi bahan evaluasi pemerintah.
Ia melanjutkan, kalau tamatan sekolah hakim dan jaksa itu bagus-bagus dan mereka menguasai benar. Sedangkan hakim ad hoc, lanjut Midji, itu latar belakangnya beragam. Misalnya, dicontohkan dia, dari unsur pengacara, perguruan tinggi dan tidak pernah berkarir menjaid hakim. "Apalagi harus menangani masalah tipikor, itu sangat riskan," tegasnya.
Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kota Pontianak, itu menegaskan kembali bahwa kurang sependapat adanya hakim ad hoc, apalagi untuk hakim Mahkamah Agung. "Harusnya hakim tipikor itu hakim karir, tidak boleh hakim ad hoc. Saya kurang sependapat kalau hakim ad hoc untuk tipikor," kata Midji menegaskan kembali.