Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Perlindungan PRT Harus Didasarkan Pertimbangan HAM

Perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) secara khusus harus ditata berdasarkan pertimbangan Hak Asasi Manusia (HAM). Demikian disampaikan Anggota Panja RUU PRT dari F-PG Poempida Hidayatulloh dalam rilisnya kepada Jurnalparlemen.com, Selasa (4/9).

Poempida berpendapat, PRT semakin menjadi suatu elemen yang cukup signifikan dalam menciptakan kelancaran kehidupan individu-individu terutama di daerah urban dalam kehidupan domestik rumah tangganya.

Apalagi, terdapat kurang lebih 11 juta lebih Warga Negara Indonesia yang mempunyai profesi sebagai PRT (yang terdata). "Sudah sangat layak jika kemudian PRT mendapatkan tempat yang khusus dalam konteks perlindungan hukum yang melingkupi peran, tanggung jawab, hak dan kewajiban profesi tersebut," katanya.

Bahkan, ujar politisi yang juga pengusaha ini, kompleksitas permasalahan yang melekat dalam profesi PRT secara umum tidak berbeda dengan profesi pekerja dan buruh lainnya. Namun kekhususan dalam konteks profesi PRT adalah basis elemen pemberi kerja (majikan) yang berupa individu, bukan kelompok berbadan hukum, dan ruang lingkup kerja yang merambah sektor privasi si pemberi kerja (rumah tangga).

PRT, lanjutnya, jelas mempunyai akses yang langsung pada informasi privasi para pemberi kerja sebagai akibat interaksi pribadi ruang lingkup kerjanya. "Keamanan domestik rumah tangga pun seringkali bertumpu pada integritas dan tanggung jawab PRT," katanya.

Menurut Poempida, proses Perancangan UU PRT ini masih menyisakan sedikit dilematika dalam beberapa isu.  Pertama, basis mekanisme pengupahan tergantung dari parameter sosial ekonomi demografis Indonesia yang tidak dapat disamaratakan di seluruh daerah di Indonesia. Kedua, mekanisme pengawasan dari pembuat kebijakan. Ketiga, formalisasi profesi PRT yang membutuhkan standar kompetisi dan pelatihan yang mumpuni. Keempat, proses hukum dalam hal terjadinya persengketaan/perselisihan antara PRT dan pemberi kerja. Kelima, jenjang karier profesi PRT.

Tantangan lainnya adalah kekhawatiran dari pihak-pihak yang berperan sebagai pemberi kerja (majikan), yang pada umumnya tidak menyukai berbagai formalitas administrasi sebagai konsekuensi implementasi UU PRT ini di kemudian hari. Komisi IX berkomitmen dapat menjawab segala tantangan di atas untuk dapat merancang suatu undang-undang yang berlandaskan Konstitusi Republik Indonesia.

"Kumpulan referensi dan berbagai simulasi 'system thinking' adalah basis yang saya gunakan untuk secara logis dan bertanggung jawab untuk terlibat secara aktif dalam perancangan UU PRT ini," pungkas anggota DPR Dapil Sumatera Barat I ini.

Diposting 05-09-2012.

Dia dalam berita ini...

DPR-RI 2009 Sumatera Barat I
Partai: Golkar