Masa kerja Satgas TKI yang berakhir 7 Juli lalu diusulkan tidak diperpanjang lagi. Pemerintah diminta untuk lebih fokus kepada pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri.
"Pemerintahan SBY harus segera mengembalikan fungsi perlindungan TKI kepada kementerian dan lembaga yang terkait," kata anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka di gedung parlemen, Senayan, Selasa (4/9).
Rieke menyampaikan, Satgas TKI dibentuk dengan Keppres Nomor 17 Tahun 2011. Pada 24 Februari 2012, SBY memperpanjang masa tugas satgas selama enam bulan melalui Keppres Nomor 8 Tahun 2012. Di dalam keppres itu disebutkan berakhirnya masa tugas satgas pada 7 Juli 2012.
Untuk itu, pemerintah telah mengalokasikan anggaran satgas Rp 100 miliar dari dana Kemenakertrans. "Namun, anggaran untuk satgas ini hanya menghamburkan ABPN," kritik politikus PDIP itu.
Rieke lantas mencontohkan, dari 236 kasus TKI yang terancam hukuman mati di berbagai negara, Satgas TKI hanya mampu membebaskan 49 TKI dari hukuman mati. "Sisanya, sebanyak 187 TKI, masih terancam hukuman mati di Arab Saudi dan Malaysia," ungkap Rieke.
Satgas TKI, lanjut dia, juga tidak memberikan laporan detail mengenai penyelesaian kasus maupun penggunaan anggaran negara untuk kerja satgas. Menurut Rieke, hasil yang dilaporkan satgas hanya berupa data TKI yang terkena kasus dan penurunan hukuman. "Jadi, cabut Satgas TKI dan umumkan kepada publik keseluruhan hasil kerja satgas mulai terbentuk," tegasnya.
Rieke mendesak pemerintah segera memulai pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri. Dia mengingatkan bahwa Presiden SBY telah mengeluarkan Ampres No R.67/pres/08/2012 yang isinya menginstruksi enam kementerian untuk membahas RUU inisiatif DPR tersebut. Di antaranya, menteri tenaga kerja dan transmigrasi serta menteri luar megeri.
Ampres itu dikirimkan oleh Presiden SBY kepada ketua DPR pada 2 Agustus 2012. "Saya minta pemerintah segera mengirimkan DIM (daftar inventaris masalah, Red) ke DPR agar dapat segera dibahas bersama," tandas Rieke.