Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengaku tidak sepakat mengenai pemboikotan pajak. Usulan wacana pemboikotan pajak diserukan oleh Nahdlatul Ulama (NU).
"Ini pandangan baru yang harus dihormati. Kalau menggantikan pajak saya tidak sepakat. Ini kurang wise. Kalau mengganti dengan sistem yang teruji dengan model zakat perlu penjelasan. Supaya ide yang baru tidak menjadi kontroversi baru," kata Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/9/2012).
Priyo mengatakan ide yang ditawarkan ulama harus jadi bahan kajian. Menurut politisi Golkar itu, ide tersebut masukan bagi Menteri Keuangan khususnya Ditjen Pajak.
"Kenapa mereka mengarahkan soal itu dan org merasa terpanggil. Selain kewajiban tapi nilai ibadah. Saya setuju tapi harus ada penjelasan konprehensif. Sudah tentu kepada saudara kita di luar Islam. Jangan menyalahartikan," katanya.
Seruan boikot bayar pajak muncul dalam Munas PBNU yang digelar di Cirebon.
Dalam pidatonya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj menyatakan wacana itu bertujuan untuk mendorong pengelolaan keuangan negara agar lebih baik.
Menurutnya, Islam tidak mewajibkan umatnya untuk membayar pajak, tetapi membayar zakat. Selama ini, warga NU taat membayar pajak karena tunduk terhadap aturan pemerintah.
Namun, jika hasil pajak dan APBN terus menerus dikorupsi atau diselewengkan, maka ketaatan masyarakat untuk membayar pajak perlu ditinjau ulang.
Menanggapi seruan boikot bayar pajak ini, Wakil Ketua Komisi III (bidang hukum), Tjatur Sapto Edy, menilai pernyataan NU itu sebagai peringatan agar kasus pengemplangan pajak menjadi prioritas negara untuk diberantas. "Itu semacam warning (peringatan). Saya kira salah baca kalau melihat dari sisi itu (boikot bayar pajak)," ujar Tjatur.