DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit secara khusus penerimaan negara dari sektor minyak dan gas (migas). Pasalnya, antara penerimaan negara dengan biaya eksplorasi yang ditanggung pemerintah selisihnya sedikit.
Anggota Komisi VI DPR Mardani menyayangkan penerimaan negara yang masih kecil ketimbang biaya eksplorasi yang mesti ditanggung pemerintah. Menurut dia, cost recovery eksplorasi migas mencapai 15,5 miliar dolar AS (sekitar Rp Rp 147,25 triliun). Sementara penerimaan negara dari sektor ini hanya mencapai Rp 165,15 triliun.
“Ini memprihatinkan. Karena dengan cost recovery 15,5 miliar dolar AS sementara penerimaan negara Rp 165,15 triliun, maka dana bersih yang dapat digunakan untuk pembangunan hanya sekitar Rp 17 triliun,” ujar Mardani di Jakarta, kemarin.
Apalagi, lanjut dia, kondisi ini terjadi di tengah meningkatnya dana dan kuota subsidi BBM yang terus membebani APBN. Ini semakin memperlihatkan ketidakseriusan pemerintah dalam melakukan perbaikan secara menyeluruh.
Dana subsidi BBM bahkan terus meningkat. Tahun 2013 melalui nota keuangan dan RAPBN 2013 pemerintah mengajukan Rp 193 triliun.
Hal ini diperparah adanya minus yang sangat besar jika dibandingkan dengan subsidi BBM yang harus dikeluarkan pemerintah yang sebesar Rp 137 triliun. Itu artinya, negara harus mengalokasikan dana dari anggaran lain untuk mensubsidi.
“Ini sangat mengenaskan. Di tengah meningkatnya dana dan kuota subsidi BBM yang terus membebani APBN, pemerintah seperti tidak ingin melakukan perbaikan yang menyeluruh,” ucap Mardani.
Oleh karena itu, dia meminta BPK melakukan audit atas kecilnya penerimaan negara dari sektor migas tersebut.
“Kami khawatir jika dibiarkan tanpa ada usaha perbaikan, tidak akan ada penerimaan negara dari sektor itu dan negara justru memberikan subsidi kepada perusahaan minyak melalui cost recovery,” ujar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Selain itu, mengenai respons para praktisi di bidang migas yang menyatakan bahwa 80 persen cost recovery adalah untuk investasi, dia berpendapat, yang namanya investasi seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan produksi dan harus jelas perhitungan tambahan keuntungannya bagi pemerintah.
“Kenyataannya kok justru produksi terus menurun dan apakah pemerintah bisa mendapatkan tambahan keuntungan, ini jelas janggal,” ketus Mardani.
Ia juga mengatakan, sudah saatnya Indonesia memasukkan alternatif sistem royalti dalam pengelolaan sektor migas agar lebih banyak dana yang bisa digunakan untuk kepentingan rakyat.
Pengamat perminyakan Kurtubi menilai, sebenarnya banyak sekali hal di sektor migas yang mesti diaudit BPK. Di antaranya, pengauditan di sektor teknis produksi minyak nasional yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan migas. Kemudian, besaran cost recovery dan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikeluarkan perusahaan migas mestinya tidak ditanggung negara, melainkan perusahaan minyak masing-masing.
Menurut Kurtubi, selama ini dana CSR dimasukkan oleh BP Migas ke cost recovery yang menyebabkan itu dibayar negara dan terus membengkak.
“BPK juga mesti mengaudit penjualan LNG kilang Tangguh ke China yang terlampau murah. Dari situ bisa meningkatkan pendapatan negara,” ucap Kurtubi.
Usut Penyelundupan Minyak Mentah
Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha meminta pemerintah mengusut tuntas kasus penyelundupan minyak mintah ke Singapura dan Malaysia yang digagalkan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kepulauan Riau, awal pekan ini.
“Kasus itu harus diusut tuntas sampai akarnya. Kebocoran minyak mentah dan BBM itu ada di mana. Ini juga menyebabkan banyaknya kerugian yang mesti ditanggung pemerintah. Jika kasus ini berhasil diungkap, tentunya akan menjadi prestasi pemerintah,” ujar Satya.
Menurut Satya, penyelundupan ini merupakan salah satu pokok akar masalah mengapa subsidi BBM yang dihabiskan Indonesia bisa mencapai Rp 200 triliun per tahun. Termasuk, penyebab penerimaan negara dari sektor migas yang masih sangat kecil.
“Kalau banyak yang dimaling, makin banyak dana subsidinya. Ini untuk kesekian kalinya BBM atau minyak mentah diselewengkan. Pemerintah harus membuat gerakan nasional pemberantasan penyelundupan BBM dan minyak mentah,” tandas anggota Fraksi Partai Golkar ini.