Masalah garam masih menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Komisi B DPRD Jatim mengusulkan supaya pemerintah menetapkan harga pokok penjualan (HPP) garam Rp2.000/kilogram (kg).
Usulan yang disampaikan Ketua Komisi B DPRD Jatim Agus Dono ini jauh di atas HPP garam yang pernah ada yaitu Rp750/kg. Menurut Agus, usulan tersebut sangat realistis untuk meningkatkan kesejahteraan petani garam. Usulan tersebut juga sudah melalui perhitungan matang. ”Kami melihat nilai tambah untuk petani garam ini masih tidak maksimal. Seharusnya pemerintah bisa menerapkan HPP garam hingga Rp2.000/kilogram. Saat ini biaya parkir kendaraan bermotor saja kadang mencapai Rp2.000,” tandasnya.
Menurutnya, selama ini alasan kualitas garam petani lokal menjadi senjata utama mereka, sehingga mereka tidak membeli garam petani atau membeli dengan harga murah. Dengan demikian mereka bisa mendapatkan keuntungan berlipat. Padahal petani garam sendiri terus berupaya untuk meningkatkan kualitas garam mereka. Alasan yang disampaikan industri garam tersebut sudah keluar dari konsep nasionalisme. Sebab, lanjut Agus, mereka lebih memilih impor dibandingkan dengan membeli garam dari daerahnya sendiri. Padahal dengan membeli garam impor hanya menguntungkan negara lain.
Politisi Partai Demokrat ini juga meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa untuk menghentikan impor garam, sehingga akan diketahui berapa jumlah riil kebutuhan garam di Tanah Air. Dia menyebutkan tidak menutup kemungkinan adanya penggelembungan (mark up) kebutuhan garam di Tanah Air untuk mendatangkan garam dari luar negeri. ”Jika garam impor tidak dihentikan, maka tidak mungkin bisa melakukan pendataan yang valid berapa besar kebutuhan garam,” tegasnya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Anna Luthfie menambahkan, telah mendatangi Hatta Rajasa untuk memastikan swasembada garam. Hasil dari konsultasi ke pusat, sudah dibentuk tim swasembada garam yang terdiri dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Percepatan Daerah tertinggal, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kesehatan. Dia menjelaskan, secara konseptual tim tersebut sudah cukup ideal untuk bisa mewujudkan swasembada garam.
“Namun yang menjadi masalah adalah permasalahan garam di Madura sangat serius. Karena itu, kita minta tim ini untuk segera bergerak menangani garam di Madura,” tandasnya. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebutkan, di Madura masih ada sekitar 40.000 ton garam yang tidak terserap. Karenanya dia meminta agar seluruh garam milik petani tersebut segera dibeli pemerintah. Langkah tersebut akan sangat menolong petani garam. Terkait dengan penetapan HPP garam, adik kandung Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum ini mengatakan, permasalahan penyerapan lebih penting. Setelah itu baru membicarakan penetapan HPP garam.
Dia juga mengaku menerima laporan DPRD di Madura terkait adanya pembentukan asosiasi oleh para importir garam. Asosiasi inilah yang membuat data banyaknya garam milik petani yang sudah diserap, kemudian dilaporkan ke pemeirntah pusat. Namun kuat dugaan bahwa data tersebut adalah fiktif, dan tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya. ”Untuk itu kita akan segera memanggil asosiasi importir garam tersebut,” tandasnya.