Proyek pembangunan tanggul di bantaran Sungai Bialo, Jalan Menara, Kecamatan Ujung Bulu, diduga terindikasi korupsi.
Pasalnya, proyek yang didanai melalui bantuan bencana alam senilai Rp5 miliar pada 2008 lalu sampai sekarang terbengkalai. Ironisnya, hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2011, anggaran telah dicairkan melalui rekening Pemkab Bulukumba sebesar Rp3 miliar dari total dana Rp5 miliar. Akibatnya, CV Putra Kantisang yang mengerjakan proyek ini pun diminta bertanggung jawab.
Sekretaris Komisi B DPRD Bulukumba Zulkifli Saiyye mengungkapkan, bahwa proyek tanggul bialo tersebut bermasalah dan terindikasi korupsi karena seharusnya akhir 2008 lalu telah selesai. Namun, sampai sekarang belum ada titik terang selesai dalam waktu dekat ini, sebab pengerjaan baru beberapa persen. “Saya menilai terjadi penyimpangan karena anggaran cair, tapi pembangunan belum selesai,” ungkap Zulkifli kepada SINDO kemarin.
Dia mengungkapkan, seharusnya Pemkab Bulukumba memutus kontrak rekanan sejak 2008 lalu karena tidak mampu menyelesaikan berdasarkan sesuai waktu yang diberikan. Tapi, hingga kini belum ada pemutusan kontrak. Bahkan, pemkab kembali mengusulkan dalam APBD-Perubuhan untuk melanjutkan proyek tersebut. “Ini kan sudah tidak rasional lagi. Kenapa tidak ada pemutusan kontrak, sementara sudah melewati jadwal penyelesaian,” tutur dia.
Zulkifli mengemukakan, jika memang harus dianggarkan kembali, prosesnya harus ditender ulang sambil mengusut dana yang telah dicairkan sebesar Rp3 miliar lebih. Sebab, pengerjaan proyek tanggul pada 2008 belum ada hasil sama sekali. “Rekanan baru mengerjakan berapa persen saja. Sehingga sangat tidak sebanding dengan anggaran yang dicairkan. Ini perlu disikapi secara serius,” ujar legislator asal Dapil Kecamatan Ujung Bulu-Ujung Loe ini.
Sekretaris Fraksi Bulukumba Bersatu DPRD Bulukumba Muhammad Djuharta mengemukakan, proyek ini berlarut-larut dan belum ada penyelesaian sampai sekarang. Padahal, seharusnya rampung 2008 lalu, hanya tidak dijalankan sesuai rencana. “Sekitar Rp3 miliar lebih sudah digunakan pada 2008. Karena belum rampung, kembali dianggarkan lagi 2009,tapi juga selesai,” kata Djuharta.
Selain itu, lanjut Djuharta, pelanggaran lain yang ditemukan dalam pelaksanaan proyek ini adalah tanggul dikerjakan tidak sesuai desain awal. Rencana semula harus menggunakan tiang pancang, namun dibelakang beruba menjadi tiang sumuran. “Jadi, ada banyak pelanggaran yang dilakukan rekanan disana bersama pemkab. Kami akan mengusut ini hingga tuntas. Saya tidak mau dibiarkan berlalu karena ini uang besar,” ungkap dia.
Djuharta mengancam, membawa masalah ini ke ranah hukum jika Pemkab Bulukumba tidak mampu memperlihatkan bukti administrasi secara valid ke Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bulukumba terkait penyebab proyek tersebut belum selesai dan belum ada pemutusan kontrak hingga sekarang.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Daerah (DPK) Bulukumba Andi Mappiwali membenarkan pencairan anggaran mencapai Rp3 miliar lebih untuk pembangunan tanggul Bialo tersebut. “Iya, anggarannya sudah dicairkan. Kalau pembangunannya belum selesai sampai sekarang, itu bukan urusan kami, silakan ke Dinas Pekerjaan Umum,” ungkap Mappiwali.
Dia mengaku, pihaknya kembali melampirkan dalam pembahasan Silpa APBD-Perubahan 2011 yang sedang berjalan, karena proyek tersebut belum selesai. “Kami lampirkan hanya sebatas pelaporan. Saya tidak mengusulkan supaya dianggarkan kembali dalam APBD Perubahan. Ini hanya mengikuti aturan saja bahwa semua yang belum selesai harus dilampirkan,” ujar mantan Kepala Bagian Keuangan Pemkab Bulukumba ini.