Komisi VI DPR menyetujui RUU Perkoperasian untuk disepakati pada Pembahasan Tingkat II di Paripurna.
Demikian hasil keputusan Komisi VI DPR saat mendengarkan pandangan mini Fraksi terkait Pembahasan RUU Perkoperasian yang dipimpin oleh Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto, di Gedung Nusantara I DPR, Selasa, (9/10).
"Koperasi memiliki ciri khas badan usaha memenuhi anggota dan mensejahterakan ekonomi kerakyatan. Inheren dengan dasa-dasar perekonomian Indonesia,"Jelas anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ferrari Romawi saat membacakan pandangan Fraksinya.
Menurutnya, sesuai bunyi Pasal 33 UUD 1945 maka Koperasi wajib dikembangkan sesuai tuntutan jaman. Namun, saat ini Koperasi ternyata Belum berhasil menciptakan pondasi yang kokoh. "Memang secara defacto peran koperasi masih jauh dari harapan," paparnya.
Setelah amandemen, lanjutnya, dunia mengalami perubahan iklim perekonomian yang semakin liberal, bahkan sekarang ini pasar telah melemahkan posisi koperasi dan banyak terjadi malpraktek koperasi. "Gerakan ekonomi rakyat belum menjadi sentreal gerakan ekonomi," terangnya.
Dia menambahkan, dulu UU koperasi belum cukup menjadi landasan untuk mengembangkan ekonomi Indonesia. "Sesuai amanat koperasi harus berperan nyata dan bukan untuk kepentingan kelompok," tambahnya
Idris laena (F-PG) mengatakan, RUU Perkoperasian diharapkan dapat Menjadikan koperasi lebih efektif untuk kesejahteraan rakyat. "UU perkoperasian harus mengandung beberapa prinsip diantaranya menjelaskan kedudukan letak koperasi sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi, kemudian UU Perkoperasian diharapkan dapat mwwujudkan partisipasi dan meningkatkan kepedulian anggota dalam meningkatkan modal koperasi," ujarnya.
Khusus koperasi simpan pinjam, lanjut Idris, akan dibentuk lembaga penjamin simpan pinjam untuk menjaga anggota Koperasi. Kemudian terakhir RUU ini memuat juga Kedudukan peran pemerintah dalam mewujudkan tujuan koperasi.
Selain itu, perlu digalakkan dengan membentuk lembaga gerakan koperasi yang berfungsi meningkatkan wadah organisasi. "Kita juga mendorong peningkatan peran Dekopin dengan memberikan anggaran bagi Dekopin," katanya.
Sementara Nyoman Dhamantra (F-PDIP) mengatakan, Pelaku yang dominan saat ini yaitu semakin maraknya peran perusahaan. Bahkan menempatkan Badan Usaha Koperasi menjadi tidak menarik. "Banyak pengamat menganggap bicara koperasi seolah romantis dan nostalgia, Hampir 70 thn merdeka koperasi masih dirundung persoalan yang tidak berkesudahan," tuturnya.
Menurutnya, Koperasi idealnya mampu mengawinkan semAngat ekonomi dengan prinsip kebersamaan. "Kami berpandangan ketika membahas UU perkoperasian maju mundurnya Koperasi tergantung efisiensi, akuntabilitas, tata kelola, politik dan ekonomi nasional," terangnya.
Kita, lanjut Idris, berusaha mengembalikan jati diri koperasi dalam melayani anggotanya. "Didalam UU yang baru, persoalan Koperasi simpan pinjam akan diperjelas dalam pasal yang ada, kemudian membentuk lembaga pengawas dan lembaga penjaminnya yang bertugas mencegah kemungkinan yang timbul kedepannya," tuturnya.