Pemerintah akan menerapkan bebas biaya fiskal perjalanan ke luar negeri mulai tahun depan. Kebijakan baru itu memperluas ketentuan bebas fiskal terbatas yang sudah berlaku, yakni hanya bagi wajib pajak yang telah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Dengan kebijakan baru nanti, mulai tahun depan wajib pajak tak perlu lagi menunjukkan kartu NPWP untuk mendapatkan pembebasan biaya fiskal tersebut.
"Pembebasan fiskal berlaku bagi setiap orang di bandara mana pun," ujar Direktur Penyuluhan Pajak dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Iqbal Alamsyah melalui sambungan telepon kemarin.
Iqbal menjelaskan, Direktorat Jenderal Pajak telah menerapkan aturan mengenai pembebasan fiskal perjalanan ke luar negeri. Hanya, ia menambahkan, wajib pajak harus menunjukkan kartu NPWP untuk men dapatkan pembebasan fiskal itu sebagai bagian dari sosialisasi NPWP 2010.
Sebelum bebas fiskal terbatas berlaku, wajib pajak orang pribadi yang bepergian ke luar negeri wajib membayar biaya fiskal sebesar Rp 1 juta jika bepergian dengan pesawat.
Ketentuan ini kemudian diubah mengikuti Undang-Undang Pajak Penghasilan 2008, yang efektif berlaku per 1 Januari 2009.
Dalam ketentuan ini, wajib pajak tak perlu lagi membayar beban fiskal asalkan bisa menunjukkan kartu NPWP. Karena dalam undangundang disebut bahwa ketentuan ini hanya berlaku sampai 31 Desember 2010, sejak 1 Januari 2011 orang yang bepergian ke luar negeri tak perlu lagi membayar fiskal walau tak menunjukkan NPWP.
Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran fiskal ke luar negeri bagi wajib pajak yang memiliki NPWP dilakukan untuk mendorong wajib pajak memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak.
Menurut Iqbal, Direktorat Jenderal Pajak tahun ini menargetkan penerimaan fiskal sebesar Rp 39,57 miliar. Potensi penerimaan inilah yang hilang dengan mulai berlakunya bebas fiskal total tahun depan.
Namun Direktorat Jenderal Pajak optimistis dapat menutup kerugian penerimaan ini melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.
Hingga pertengahan Oktober, realisasi penerimaan fiskal pemerintah baru mencapai 22 persen atau sebesar Rp 8,78 miliar.
Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Golongan Karya, Harry Azhar Azis, menilai pembebasan biaya fiskal tahun depan berdampak positif terhadap Indonesia. Apalagi potensi kerugian relatif kecil jika dibandingkan dengan manfaat yang ditimbulkan kebijakan ini.
Indonesia, kata dia, akan mendapat citra positif dari kebijakan ini. Selama ini wisatawan mancanegara yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari harus membayar fiskal saat hendak pulang. Dia yakin, dengan penghapusan beban fiskal, wisatawan luar negeri akan menyambut positif.