Kecaman berbagai kalangan terus mengalir terhadap oknum TNI-AU yang melakukan penganiayaan terhadap enam wartawan saat meliput jatuhnya pesawat Hawk di Kabupaten Kampar, Riau, Selasa lalu.
Mereka mendesak agar oknum aparat keamanan itu diproses sesuai hukum yang berlaku, tidak sekadar dikenai sanksi internal. Setiap anggota TNI juga harus memahami tugas jurnalistik yang notabene dilindungi dan diatur undang-undang.
Desakan itu antara lain disuarakan Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan Rizal Ramli, Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanuddin, dan anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya. Desakan ini juga dikumandangkan kalangan jurnalis di seluruh Indonesia yang kemarin melakukan aksi unjuk rasa mengecam penganiayaan terhadap wartawan.
Rizal Ramli mendesak tindak kekerasan kepada wartawan dihentikan sekarang juga. Dia juga meminta oknum TNI-AU yang melakukan tindakan represif berupa penganiayaan dan perampasan kamera terhadap sejumlah wartawan itu dihukum setimpal.
"Kekerasan yang dilakukan oknum aparat TNI dan Polri tidak kunjung reda. Ini artinya ada yang salah dengan aparat keamanan kita. Kekerasan yang dilakukan itu jelas perbuatan melawan hukum yang bersifat pidana. Para pelakunya harus mendapatkan hukuman setimpal," ujar Rizal.
Sehubungan dengan itu, Rizal mendesak tindakan hukum yang tegas bagi para pelaku penganiayaan dan tidak boleh sekadar hukuman disiplin atau administratif di kesatuan.
Rizal juga mengecam keras tindakan represif berupa penganiayaan, pemukulan, serta perampasan kamera video dan kamera foto yang dilakukan oleh oknum anggota TNI-AU di lapangan terhadap sejumlah wartawan media cetak, online, radio, dan televisi yang sedang bertugas mendapatkan informasi maupun gambar di sekitar lokasi kejadian. Menurut Rizal, seharusnya setiap aparat keamanan memahami bahwa tugas utama wartawan adalah mencari informasi. UU Nomor 40/1999 tentang Pers juga mengancam sanksi pidana bagi pihak yang menghalang-halangi tugas jurnalistik wartawan untuk mendapatkan informasi demi kepentingan publik.
"Saya prihatin budaya kekerasan di aparat keamanan kita masih tumbuh subur. Jika dibiarkan berlangsung terus, ini dapat mengancam kebebasan pers, padahal pers adalah salah satu dari empat pilar demokrasi. Saya kira ini menjadi pekerjaan rumah pimpinan TNI yang harus segera dituntaskan. Pimpinan TNI perlu menekankan pentingnya pendidikan demokrasi, kebebasan pers, dan hak asasi manusia. Dengan begitu, ke depan bisa dicegah terjadinya pelanggaran serupa," ucapnya.
Tb Hasanuddin, kemarin, kembali menegaskan penyesalannya atas tindak penganiayaan terhadap wartawan di Riau. Karena itu, dia meminta kasus tersebut diselesaiakan lewat proses hukum sesuai aturan yang berlaku.
Menurut Hasanuddin, dalam kasus kecelakaan pesawat tempur di mana pun di dunia ini memang ada aturan bahwa dalam radius tertentu--demi keselamatan bersama--masyarakat tidak diperbolehkan mendekat. Sebab, bisa saja pesawat tersebut membawa bahan peledak yang sangat membahayakan masyarakat.
Hasanuddin menekankan, seharusnya oknum TNI-AU tidak sampai melakukan tindak kekerasan, tetapi cukup memberi garis pembatas di lokasi kejadian. "Tak perlu sampai melakukan pemukulan dan kekerasan," katanya.
Sementara Tantowi Yahya menegaskan, meski pimpinan TNI-AU sudah meminta maaf atas aksi kekerasan oknum TNI-AU terhadap wartawan di lokasi jatuhnya pesawat Hawk 200 di Riau, kasus tersebut tetap harus diproses secara hukum.
"TNI-AU secara institusi harus menjelaskan kronologis peristiwa tersebut kepada masayarakat luas dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka sekaligus membantu proses pengobatan dan mengganti alat-alat jurnalistik yang rusak akibat tindak penganiayaan oknum tersebut," kata Tantowi.
Selain itu, oknum TNI-AU yang melakukan pemukulan terhadap wartawan juga harus dihukum secara organisasi dan hukum pidana. Tantowi berharap peristiwa kekerasan terhadap wartawan di Riau menjadi peristiwa terakhir.
"TNI dari rakyat dan untuk rakyat, namun peristiwa itu tak mencerminkan rakyat, apa pun alasannya. Semestinya TNI mengedepankan proses dialog, termasuk kepada kalangan pers bila memang peristiwa tersebut memiliki tingkat bahaya dan kerahasiaan tinggi," katanya.
Ketua DPR Marzuki Alie juga menyayangkan tindakan perwira TNI-AU menganiaya wartawan saat meliput peristiwa jatuhnya pesawat Hawk 200 ini. Namun, saat ditanya apakah oknum TNI-AU itu perlu diberi sanksi, menurut dia, itu merupakan kewenangan atasannya.
Di tempat terpisah, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono memerintahkan agar anggota TNI-AU yang melakukan tindak kekerasan terhadap wartawan di Riau itu diproses secara hukum. Dia menjelaskan, tindakan anggota TNI-AU itu sebenarnya dalam rangka menjaga keselamatan masyarakat agar tidak terkena hal-hal yang membahayakan dari pesawat yang jatuh. Namun sayangnya, tindakan itu dilakukan berlebihan.
Sementara itu, proses evakuasi bangkai pesawat Hawk 200 yang jatuh di sekitar pemukiman warga Pasir Putih, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu kemarin, berlangsung selama lebih lima jam. Kepala Penerangan dan Perpustakaan (Kapentak) Pangkalan TNI-AU Pekanbaru Mayor Penerbang Filfadri, di lokasi insiden, Rabu sore, mengatakan, upaya pemotongan badan pesawat hingga menjadi beberapa bagian dilakukan sejak sekitar pukul 11.00 WIB.
"Setelah pemotongan bangkai pesawat menjadi beberapa bagian, kemudian diangkut dengan menggunakan truk besar ke pangkalan TNI AU yang berjarak beberapa kilometer," kata Filfadri.
Proses evakuasi itu mendapat pengawasan dan penjagaan ketat ratusan aparat TNI-AU bersenjata lengkap.