Penggunaan air bawah tanah di Semarang sudah berlebihan. Kondisi ini telah memicu penurunan tanah di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini semakin tajam dan rawan tenggelam oleh air laut.
Plh Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan ESDM, Hening Swaskito mengatakan, penurunan tanah di kota ini sudah mencapai 10 centimeter per tahun. Karena itu dinasnya telah mengurangi penggunaan air bawah tanah yang sudah mengarah pada eksploitasi. Caranya dengan membatasi perpanjangan perizinan pengambilan air bawah tanah. ‘’Sebagai buktinya, kami hanya memberikan izin sebanyak 20 pemohon, dari total 40 pemohon yang hendak perpanjangan penggunaan air bawah tanah pada tahun ini,’’ katanya, kemarin.
Dia mengaku dinasnya juga telah membatasi penggunaan air bawah tanah hanya tiga tahun yang harus diperpanjang setiap tahun. Selain itu menolak permohonan penggunaan air bawah tanah bagi masyarakat, yang daerahnya sudah mendapatkan pelayanan air bersih dari perusahaan air minum daerah. ‘’Sedang dari sisi yang lebih mengikat, dinas kami telah mengajukan peraturan daerah yang mengatur secara khusus mengenai penggunaan air bawah tanah. Saat ini sedang pembahasan dengan komisi C DPRD,’’ jelasnya.
Langkah tegas ini untuk menghindari dampak penggunaan air bawah tanah berlebihan. Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Wiwin Subiyono, mengakui memang sedang membahas peraturan daerah tentang penggunaan air bawah tanah. Pengunaan air bawah tanah, katanya, sudah menjadi ancaman bagi masyarakat Kota Atlas ini. ”Khususnya di kawasan Semarang utara yang sering kena dampak rob,’’ ujarnya.
Menurut dia, komisinya telah mengusulkan agar ada sanksi berat bagi pelanggar penggunaan air bawah tanah. Selain itu, telah membentuk tim pengkaji yang akan memantau dan memberikan rekomendasi kepada kepala daerah dalam membuat kebijakan mengenai penggunaan air bawah tanah. Komisi yang dipimpinnya juga akan berkoordinasi dengan perusahaan air minum daerah milik pemkot. Karena perusahaan berpelat merah ini saat ini termasuk masih menggunakan air bawah tanah dalam melayani sebagian pelanggannya.
‘’Dari 53% warga Kota Semarang yang menjadi pelanggannya, 30%-nya masih dilayani dari menggunakan air bawah tanah ini,’’ tegasnya. Pakar Hidrologi Undip Semarang Nelwan mengatakan penurunan muka tanah (land subsidence) yang sudah sedemikian parah di Kota Semarang terutama kawasan Semarang bagian utara membutuhkan perhatian serius dari Pemerintah Kota (Pemkot). Pemkot harus berani mengambil sikap serius agar penurunan muka tanah tersebut tidak semakin parah.
”Sebenarnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan. Baik solusi jangka pendek maupun jangka panjang,” ujarnya kemarin. Baik solusi jangka pendek maupun jangka panjang, pemkot pun harus berani melibatkan semua elemen masyarakat maupun industri dan pihak lain. ”Jangka pendek, pemkot dapat menyediakan pompa serta mengajak setiap masyarakat terutama pada kawasan-kawasan yang sudah turun muka tanahnya. Dengan penyedotan dampak penurunan muka tanah berupa banjir dan rob dapat diminimalisir,” katanya.
Sedangkan untuk jangka panjang, lanjut dia, beberapa langkah bisa ditempuh. Di antaranya melakukan ground water recharge (pengisian ulang air bawah tanah). Pengisian ulang ini diantaranya dengan memanfaatkan sumur-sumur bong (sumur tanah biasa) yang sudah ada dengan mengisinya air hujan. ”Jadi, air hujan semua dimasukkan ke dalamnya. Praktik ini sudah dilakukan di sejumlah negara lain seperti di India dan berhasil,” bebernya.