Sebagai badan usaha milik daerah (BUMD), PDAM Tirtawening harus memprioritaskan layanan penyediaan air minum bagi masyarakat Kota Bandung.
Namun, dengan banyaknya bangunan komersial dengan kebutuhan air yang tinggi menyebabkan pembagian air tidak merata. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi B DPRD Eko Sesotyo saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, kemarin. ”Kalau kita bicara masalah bisnis, mengejar profit BUMD bolehbolehsaja. Namun jikakitabenturkan dengan pelayanan terhadap masyarakat yang belum maksimal,persentasenya tidak bisa mengejar keuntungan yang dimaksud itu,”kata Eko.
Meskipun PDAM tidak dapat memenuhi kebutuhan hotel dan bisnis, maka dapat diberikan saja persentase yang wajar,sehingga publik bisa terlayani juga dengan wajar. Menurut Eko,idealnya persentase pelayanan ke publik dan bisnis yakni 80% berbanding 20%. ”Namun selama ini belum bisa mencapai 80% untuk semua jenis pelayanan.Ketika sudah bisa dipenuhi barang kali bisa dipersentasekan,”ucap Eko.
Pihaknya tidak melarang, hanya mendesak PDAM tekan persentasenya. Eko mencetuskan saran ini setelah melihat pelayanan publik yang belum terpenuhi, sementara ketersediaan air bersih untuk keperluan bisnis cukup.”Pencucian mobil contohnya, ada yang dipenuhi kebutuhan airnya oleh PDAM, mestinya penuhi dulu kepentingan publiknya,”kata dia.
Menurut Eko, keperluan bisnis cuci mobil tidaklah perlu dipenuhi,sebab menggunakan air tanah saja sudah cukup. Akibatnya, di antara pelanggan PDAM pun terjadi kecemburuan. Di sisi lain ada yang masih mengantre untuk kebutuhan air bersih yang dijatah dan digilir, sementara untuk kebutuhan bisnis selalu tersedia. Eko berharap tahun depan tarif pengairan di PDAM bagi komersial dapat dinaikkan, terutama kepada bisnis hotel dan restoran, sebab kedua usaha itu bisa melayani publik secara tidak langsung.
”Kalau tarif kepada pelaku bisnis tinggi, itu bisa saja lagi pula mereka mengonsumsi air untuk keuntungan. Siapa tahu bisa ada kebijakan menyubsidi masyarakat kecil,”ujarnya. Sementara itu, Direktur Utama PDAM Tirtawening Pian Sopian mengaku bersedia mempertimbangkan batas bagi pelayanan bisnis. ”Dari TKPRD kami menanyakan apakah memungkinkan atau tidak (menekan persentase) dan kami carikan alternatif.
Tarif hotel dan apartemen memang lebih mahal,memang kalau dari segi bisnis lebih baik melayani mereka. Namun, kami tidak boleh melupakan (pelanggan) rumah tangga,” tutur Pian. Hingga saat ini, pelayanan konsumsi PDAM baru 74,20%, termasuk para pelanggan komersial. Dia berdalih selama ini telah memberlakukan tarif tinggi bagi pelanggan potensial dibandingkan rumah tangga.
Seperti halnya tarif Rp6.000 per meter kubik bagi langganan air bisnis,sedangkan rumah tangga baru Rp3.000. ”Ya, itu juga masih tarif lama, tarif baru bisa berubah,” ujarnya. Dia menyebutkan lima contoh hotel berbintang di Kota Bandung yang membayar di atas Rp5 juta per bulannya.Disebut pelanggan potensial karena diperkirakan memiliki sumber pasokan air lain.