Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dijadwalkan segera menerima gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa Doctor of Philosophy in Leadership of Peace) dari Universitas Utara Malaysia. Pemberian gelar ini dinilai sangat mengejutkan. Pasalnya, hubungan antara Indonesia dan Malaysia belakangan semakin memburuk karena beberapa faktor.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar, Meutya Hafid, mengingatkan kepada pemerintah untuk tidak terbuai dengan penghargaan yang diberikan oleh Malaysia. Sebab, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Indonesia terkait dengan segala masalah yang ditimbulkan oleh Malaysia.
"Sebuah penghargaan tidak boleh membuat kita lupa untuk menyelesaikan, mendiskusikan, membuat kesepakatan dalam hal-hal yang substansial dan menjadi pokok masalah, semisal, ketenagakerjaan, budaya," kata Meutya saat dihubungi wartawan, Kamis (20/12/2012).
Seperti yang diketahui baru-baru ini munculnya peristiwa penghinaan, Presiden ketiga Indonesia, B.J Habibie. Hal tersebut, bermula dari pernyataan mantan Menteri Penerangan Malaysia Tan Sri Zainuddin Maidin yang menuding Presiden ketiga Indonesia, B.J Habibie sebagai 'penghianat bangsa'. Belum lagi masalah penganiayaan yang dilakukan oleh Malaysia terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Meutya meminta agar pemberian penghargaan itu tidak mempengaruhi proses mediasi yang dilakukan oleh Indonesia dengan Malaysia, terkait sejumlah kasus tersebut. Dia berpendapat jika pemerintah harus bisa membedakan antara penghargaan dan usaha peningkatan hubungan kedua negara.
"Saya melihat ini dua hal yang berbeda. Penghargaan ya penghargaan, hubungan ya hubungan. Kalau memang bisa memperbaiki, dari dulu kita saling beri penghargaan saja tapi hubungan bilateral kan jauh lebih kompleks dari sekedar pernghargaan. Walau mungkin bisa sedikit mencairkan ketegangan," paparnya.