Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Indra mendukung pengaturan gratifikasi seks sebagai bentuk korupsi.
Hal ini, kata Indra, sesuai dengan Pasal 12B ayat 1 UU No 20/2001 yang menyebutkan bahwa gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lain.
"Kalau kita merujuk kepada UU 20/2001 Pasal 12B ayat 1, pemberian gratifikasi dalam bentuk layanan seksual bisa dimasukan dalam kategori frase "fasilitas lain"," ujar Indra di Jakarta, Senin (14/1).
Pihaknya juga berpandangan bahwa gratifikasi seks bukan hal yang baru, melainkan modus yang sudah lama dipraktekan dan terjadi sejak zaman Romawi Kuno. Ia juga mengatakan bahwa frase "fasilitas lain" tersebut tidak secara spesifik menyebutkan wujud atau bentuk fasilitasnya, sehingga tak heran menimbulkan perdebatan.
"Memang sulit, selama ini gratifikasi berkaitan dengan batasan nilai minimal. Kalau suap seks akan sulit dibuktikan diproses karena tidak memiliki nominal layaknya gratifikasi uang atau barang," lanjutnya.
Ia khawatir modus gratifikasi seksual ini tidak terjangkau dari jeratan hukum atau hanya mendapatkan hukuman yang ringan. Sehubungan dengan hal ini Indra berharap bisa dilakukan revisi UU Tindak Pidana Korupsi dan memasukan norma gratifikasi atau suap seks sebagai bentuk korupsi.