Kinerja Dinas Kebersihan dinilai masih jauh dari harapan mengingat minimnya kontribusi retribusi kebersihan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan evaluasi Komisi A DPRD Kota Medan terhadap kinerja Kontribusi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Medan, Dinas Kebersihan merupakan SKPD dengan kinerja terburuk setelah Dinas Pertamanan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Salah satu indikator penilaian buruknya kinerja Dinas Kebersihan itu adalah tidak tercapainya target PAD dari retribusi sampah. Minimnya retribusi sampah itu dikarenakan sistem pengutipan yang diterapkan Dinas Kebersihan di beberapa lokasi.
Selama ini Dinas Kebersihan menerapkan sistem borong, akibatnya retribusi dibayarkan jauh dari seharusnya. “Bagaimana target PAD mau tercapai kalau kutipan retribusi beberapa lokasi sistem borong,” ujar Sekretaris Komisi A DPRD Kota Medan Godfried Effendi Lubis kepada SINDO, kemarin. Apa yang disampaikan Godfried tersebut bukan tanpa dasar. Dari data yang ia miliki, realisasi retribusi sampah masih jauh dari potensi. Retribusi sampah yang dibayarkan PD Pasar misalnya, hanya mencapai Rp60 juta per bulan.
Begitu pula dengan komplek perumahan mewah dengan jumlah luas,hanya tertagih Rp30 juta. Godfried menilai retribusi sampah dari seluruh pedagang pasar tradisional di Kota Medan yang jumlahnya ribuan tidak masuk akal jika hanya Rp60 juta per bulan. Sebab, satu pedagang saja wajib membayar retribusi sampah sebesar Rp1.000 hingga Rp1.500 per hari. “Bayangkan kalau 5.000 pedagang saja,dalam satu hari sudah berapa didapat. Boleh dapat untung, tapi disesuaikan. Ini jumlahnya tidak masuk akal. Sudah syaraf orang ini,” ungkapnya dengan nada tinggi.
Realisasi retribusi sampah dari plaza dan komplek perumahan juga dia nilai tidak masuk akal. Misalnya, retribusi sampah dari Perumahan Setia Budi Indah yang hanya Rp30 juta per bulan,padahal jumlah perumahan di sini mencapai ratusan unit. “Konsep plaza sama dengan pasar. Tidak masuk akal, Komplek sebesar Setia Budi Indah saja, Rp30 juta, bagaimana pula komplek yang lain,” katanya. Rendahnya pendapatan retribusi sampah dari komplek perumahan itu dikarenakan petugas yang mengutip bukan dari Dinas Kebersihan, melainkan pengelola atau orang dalam.
Sistem pembayaran juga dilakukan dengan penetapan, bukan berdasarkan retribusi seharusnya. ”Inikan tidak benar. Bisa rupanya diborongkan?” tanya dia. Untuk itu, dia meminta Wali Kota Medan Rahudman Harahap segera mengevaluasi kinerja Kadis Kebersihan Pardamean Siregar. Sebab, belum mampu menggali potensi PAD. Banyak PAD yang terbuang sehingga pemasukan resmi ke kas daerah berkurang.
Secara terpisah, Pardamean mengakui jika pihaknya masih menerapkan sistem retribusi borongan untuk pengutipan sampah. Tapi itu tidak banyak. Dari 52 pasar tradisional yang ada di Medan, hanya 18 yang melakukan perjanjian kontrak seperti itu. “Kalau perumahan itu yang ada hanya perumahan Setia Budi, yang lain tidak ada kita lakukan kotrak itu,” klaim Pardamean. Untuk tahun ini, dia memastikan pola pengutipan retribusi sampah akan dirubah, yakni kembali lagi dilakukan di setiap kecamatan.
“Sekarang kebijakannya sedang kami proses dan tinggal menunggu pelaksanaan. Dengan begitu kami harapkan PAD dari retribusi sampah bisa mencapai Rp70 miliar, selama ini hanya Rp31 miliar,” sebutnya.