Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis menyatakan, masukan dari pakar dan asosiasi perasuransian sangat berharga bagi penyusunan RUU tentang Usaha Perasuransian.
"Banyak masukan dari mereka yang sangat berharga. Sekarang pemahaman kami jadi bertambah. Semula banyak anggota Komisi XI sangat awam soal ini," kata Harry kepada JurnalParlemen, Kamis (17/1).
Beberapa masukan itu, kata politisi Golkar ini, di antaranya lembaga penjamin polis, ekspor premi asuransi, status hukum Bumiputra dan Jiwasraya serta perihal kemungkinan penyertaan modal negara di perusahaan asuransi milik negara.
"Masukan dari para pakar dan asosiasi selanjutnya akan diformulasikan di fraksi masing-masing. Para pakar juga akan diundang kembali bila fraksi atau komisi membutuhkan untuk memformulasikannya ke dalam draf," kata Harry.
Sebelumnya, tiga pakar perasuransian masing-masing Frans Sahusilawane, Abduh Sudiyanto, dan Sapto Trilaksono pada intinya sepakat, Indonesia harus memiliki perusahaan reasuransi yang besar dan kuat. Namun, untuk menjual asuransi atau premi ke luar negeri itu harus ada aturan yang ketat. Pendapat tiga pakar itu disampaikan di hadapan Komisi XI, Rabu (16/1).
"Setiap perusahaan reasuransi sebelum mengasuransikan keluar negeri wajib mereasuransikan dulu ke dalam negeri," kata Frans.
"Dan perusahaan itu harus punya bukti bahwa dalam negeri tidak mau menerima risiko itu hingga dia terpaksa reasuransi ke luar negeri," tambahnya.
Aturan ini sangat mungkin terjadinya kolusi alias kongkalikong. "Agar perusahaan itu dapat mereasuransikan dana dari masyarakat Indonesia ke luar negeri maka perusahaan dalam negeri pura-pura tidak mampu menerima tawaran reasuransi sehingga mereka melenggang menjual premi masyarakat ke luar negeri," katanya.
"Antarperusahaan dalam negeri mereka berkongkalikong. Oke kamu tolak sehingga kami bisa reasuransi ke luar. Ini terjadi di Filipina."