Komisi III DPR menilai reformasi birokrasi yang dilakukan lembaga penegak hukum, salah satunya Kepolisian RI, gagal. Sebab, hingga kini upaya tersebut belum dapat memberikan efek yang signifikan terhadap kinerja lembaga penegak hukum.

Demikian pendapat anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura Syarifuddin Sudding, dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Herman Heri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/11).

Syarifuddin menilai, akibat lemahnya penegakan hukum di Indonesia memunculkan rekayasa dan mafia kasus. Misalnya, dari kasus perdata direkayasa menjadi pidana.

"Potret penegakan hukum kita memperlihatkan tidak profesionalnya aparat hukum sehingga seringkali dengan mudahnya dapat didikte oleh pihak yang berkepentingan. Hal itulah yang akhirnya memunculkan 'Kapolri swasta'," katanya.

Sedangkan, Herman Heri menilai, perlunya perubahan yang radikal kultural terhadap intusi Kepolisian RI untuk memperbaiki citra lembaga penegak hukum tersebut di mata masyarakat.

"Maraknya modus kriminalisasi aparat penegak hukum dengan tujuan tertentu, misalnya ekonomi. Hal ini banyak menimpa masyarakat," ujarnya.

Kinerja Aparat

Melihat kondisi tersebut, Syarifuddin juga menilai, perlunya Komisi III DPR untuk memanggil Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo terkait dengan semakin memburuknya kinerja kepolisian. 

"Kami akan segera mengagendakan untuk mengundang Kapolri setelah masa reses usai pada pekan keempat bulan ini," ujarnya.

Dia menjelaskan, pemanggilan tersebut dilakukan dalam rangka mendapatkan klarifikasi dari sejumlah kasus yang saat ini terjadi di dalam lembaga penegak hukum tersebut, termasuk masalah Gayus.

"Kita sudah mendengar saat uji kepatutan dan kelayakan lalu bahwa ada 10 butir komitmen dari Kapolri sebagai langkah reformasi birokrasi di Polri.

Itu yang akan kita mintakan penjelasannya karena belum ada 100 hari bekerja tapi sudah muncul kasus-kasus besar," katanya.