Anggota Komisi VII DPR Nur Yasin mengaku geregetan dengan hasil klarifikasi Panja Sektor Hulu Listrik yang mengorek inefisiensi di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) senilai Rp 37 triliun. Politisi PKB itu kesal karena semua narasumber yang diundang berkutat pada persoalan yang sama.
Selama ini Panja Sektor Hulu Listrik memanggil direktur utama perusahaan plat merah yang relevan dengan urusan pengusahaan setrum. Di antaranya, Dirut Pertamina, Dirut PGN, dan Dirut PLN. Padahal mereka semua hanyalah eksekutor kebijakan.
"Jadi kalau kita terus cecar apa pun mereka, kenapa pasokan gas saat itu dihentikan untuk PLN sehingga Dahlan Iskan yang saat itu sebagai dirutnya menggunakan solar untuk PLN, maka jawabannya begitu-begitu saja. Yaitu, kami harus melaksanakan kebijakan pemerintah," kata Nur Yasin kepada JurnalParlemen, Minggu (27/1)
Nur Yasin sejak awal merasa masygul kenapa PLN yang seharusnya mendapat pasokan gas tidak menggugat PGN yang wanprestasi. Akibatnya, PLN pada 2009 dan 2010 harus kembali 'minum solar'. Belakangan ia menyadari bahwa antarperusahaan milik negara tidak boleh melakukan sue atau gugatan. Hal itu pun sudah tercantum dalam klausul kontrak antarperusahaan plat merah.
Tak ingin berkutat pada persoalan yang 'begitu-begitu' saja, Nur Yasin mengusulkan aga Panja Sektor Hulu Listrik mengagendakan untuk mengundang Menko Perekonomian Hatta Rajasa. "Atau kalau perlu, Wapres Boediono sekalipun," katanya.
Pemanggilan Menko Perekonomian dan Wapres, kata Nur Yasin, penting untuk membuka kasus ini seterang-terangnya. Minimal untuk mempertanyakan ihwal kontrak antarperusahaan negara. "Kenapa mereka membuat kontrak seperti itu?" ujarnya sengit.